Jakarta (ANTARA News) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta Polri menyelesaikan secara benar dan adil kasus penembakan warga kampung Pakkawa, Takalar, Sulawesi Selatan, oleh oknum anggota Brimob, 10 Oktober lalu. "Kontras meminta Kapolri Bambang Hendarso Danuri memastikan adanya tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan tersebut," kata Koordinator Kontras Usman Hamid di Jakarta, Selasa. Pada bagian lain, Usman mengatakan, pihaknya berharap segera ada solusi terkait sengketa lahan antara warga dan PTPN XIV yang menjadi akar persoalan kekerasan di lokasi perkebunan tebu tersebut, khususnya pasca berakhirnya masa sewa lahan PTPN pada 2005. Hingga kini, lanjutnya, kesempatan warga mengelola lahan itu tak jelas karena PTPN menggantung status tanah tersebut dengan tidak mengembalikan tanah yang disewa kepada masyarakat. Oleh karena itu, Kontras menyambut baik langkah dialogis yang segera dilakukan Gubernur Sulawesi Selatan dengan melibatkan pihak PTPN XIV. "Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga harus bertanggungjawab dengan mengupayakan pengembalian tanah ke warga atau setidak-tidaknya membuka akses warga atas lahan perkebunan itu," kata Usman. Kepada Polri, Kontras meminta agar institusi keamanan itu netral dalam upaya pengamanan dan penegakan hukum. Kecenderungan sengketa tanah akhir-akhir ini, katanya, harus dicermati secara bijaksana oleh Polri. "Polri harus mengutamakan hak ulayat warga daripada PTPN. Jika tidak, maka Polri bisa dipersepsikan sebagai penjaga keamanan perusahaan perkebunan ketimbang pelindung masyarakat," kata Usman. Catatan Kontras menyebutkan, peristiwa kekerasan itu berawal ketika sejumlah aparat kepolisian dari satuan Brimob mendatangi Desa Pakkawa dan mengusir ternak penduduk yang sedang digembalakan di lahan sengketa. Sikap aparat Brimob itu memicu protes warga, namun mereka justru mengusir warga dengan menembakkan senjata api secara acak ke arah warga. Akibatnya beberapa orang mengalami luka akibat terkena tembakan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008