Jakarta (ANTARA News) - Rencana aksi kesiapsiagaan bencana hanya dimiliki empat dari 139 kabupaten/kota rawan gempa dan tsunami sebagai diamanatkan UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. "Empat kabupaten/kota itu adalah Kota Medan, Kota Yogyakarta, Kota Padang dan Kabupaten Bantul, selanjutnya menyusul Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Majene," kata Koordinator Pendidikan Publik Kesiapsiagaan Masyarakat LIPI Del Afriadi Bustami di sela Pelatihan Nasional dan workshop "Peran Pemerintah Daerah dalam Pengurangan Resiko Bencana" di Jakarta, Selasa. Angka tersebut, ujarnya, menggambarkan kekurangseriusan Pemerintah daerah-daerah rawan bencana untuk mengantisipasi kemungkinan bencana gempa dan tsunami, meski sudah diberitahukan bahwa ke-139 daerah tersebut beresiko tinggi. Dalam UU itu juga disebutkan kewajiban pembentukan Badan Pengelolaan Bencana Daerah yang diketuai oleh minimal Eselon IIA atau setingkat Sekretaris Daerah (Sekda), namun kenyataannya hanya beberapa kabupaten/kota yang sudah membentuk badan tersebut, ujarnya. Setelah tiga tahun pasca tsunami 26 Desember 2004, lanjut dia, titik berat kesiapsiagaan bencana bukan lagi pada penyeragaman paradigma soal pentingnya kesiapsiagaan terhadap bencana, tetapi sudah pada peningkatan kompetensi. Sementara itu, Pakar Kependudukan LIPI Dr Deny Hidayati mengatakan, dari 12 kabupaten/kota yang telah dilakukan risetnya, hanya satu kabupaten yang masuk dalam kategori "hampir siap" dalam mengantisipasi bencana, yakni Kabupaten Cilacap. "Itupun nilainya ada di batas bawah, yakni 55. Daerah lainnya rata-rata bahkan ada di kategori kurang siap dengan indeks sekitar 50," katanya. Daerah lainnya itu antara lain, Banda Aceh, Padang, Padang Pariaman, Bengkulu, Serang dan Sikka. Ia mengatakan, indeks tersebut terbagi dalam lima kategori yakni belum siap (1-39), kurang siap (40-54), hampir siap (55-64), siap (65-79) dan sangat siap (80-100), dengan lima parameter yakni pengetahuan, kebijakan/panduan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan kemampuan memobilisasi sumber daya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008