Jakarta (ANTARA News) - Indonesia diminta meniru China mengontrol devisa dan sebaiknya bekerjasama dengan Cina dan Rusia dalam menangkal efek negatif krisis keuangan dunia. "Jangan hanya terpukau dengan bantuan Dana Moneter Internasional yang sebenarnya tidak memiliki peranan," kata President Director Center for Banking Crisis Achmad Deni Daruri di Jakarta, Senin. Achmad menanggapi kabar yang menyebutkan Bank Indonesia akan mengeluarkan 300-400 juta dolar untuk meredam panik di pasar uang sehingga menekan nilai tukar rupiah. Dia mengatakan China yang memiliki cadangan devisa berlipat dibanding Indonesia justru tetap melaksanakan kontrol devisa. Deni mengingatkan pemerintah untuk jangan membuat pernyataan yang membingungkan pasar seperti mengecilkan pengaruh bursa saham terhadap perekonomian Indonesia namun mensuspensi pasar saham. Deni mengingatkan "bailout" 700 miliar dari pemerintah AS pimpinan Menteri Keuangan Henry Paulson sudah cukup menggoyang pasar saham dan mata uang dunia dengan tujuan mendapatkan keuntungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jaringan Paulson melalui perbankan AS yang mendunia memungkinkan AS bermain untuk kepentingannya sendiri karena mereka tidak bertanggung jawab pada penduduk Indonesia namun ke publik AS. China sendiri, demikian Deni, sengaja membuka perdagangan "short selling" dan "margin trading" agar investor asing pemilik saham tidak mampu mengendalikan kejatuhan pasar modal China sehingga mereka rugi sendiri. Cara seperti ini membuka kemungkinan investor lokal yang rata-rata tidak menempatkan modal di saham bisa mendapat keuntungan dari jatuhnya harga saham yang disengaja oleh AS itu. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008