Ciri organisasi kami adalah di kerudung Bu Fat yang berwarna merah,
Semarang (ANTARA) - Rampak Sarinah, gerakan perempuan yang berdasarkan Pancasila yang menjadikan Buku Sarinah karya Presiden ke-1 RI Soekarno sebagai pedoman dalam berkegiatan, termasuk mengikuti kampanye "Kebaya Goes to the World” di Thailand, kata politikus PDIP Eva Sundari.
Eva Kusuma Sundari yang juga pengagas pembentukan Gerakan Rampak Sarinah di Semarang, Rabu pagi, mengatakan bahwa Rampak Sarinah juga aktif berpartisipasi di beberapa kegiatan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI).
Kegiatan itu termasuk serangkaian diskusi kelompok terarah atau focus group discussion (FGD) tentang kebaya pada bulan November 2019 di Kemenko PMK. FGD tentang kebaya ini, kata dia, yang mendasari program di Thailand tersebut.
Baca juga: Rumpi Kebaya ajak generasi milenial kenali pakaian tradisional
Anggota DPR RI periode 2014 hingga 2019 ini lantas menyebutkan anggota Rampak Sarinah Jakarta, Sulistyani yang mengikuti kampanye kebaya di Thailand, 7 sampai 9 Desember 2019. Kegiatan ini diorganisasi oleh komunitas PBI yang diketuai oleh Rahmi Hidayati.
Selain mengorganisasi seminar, delegasi PBI juga melaksanakan fashion show, menyanyi yang diiringi musik angklung dan tari kebaya yang dipersembahkan PBI Yogyakarta.
Eva K. Sundari menegaskan bahwa Rampak Sarinah yang berdiri pada tanggal 26 Februari 2018 adalah gerakan perempuan berideologi nasionalis yang menggunakan kebaya putih sebagai seragam organisasi dengan bawahan kain nusantara.
Eva lantas menerangkan latar belakang penetapan kebaya berbahan kaus sebagai seragam komunitas itu, antara lain karena kebaya memang baju nenek moyang bangsa Indonesia sehari-hari untuk bertani, bakulan, mengajar, berkongres, pengajian, bahkan untuk bertarung seperti yang dilakukan Nyi Ageng Serang.
"Ciri organisasi kami adalah di kerudung Bu Fat yang berwarna merah," kata Eva.
Baca juga: Sidang MPR, Presiden Ke-5 Megawati Soekarnoputri kenakan kebaya merah
Eva menekankan bahwa Rampak Sarinah sejak awal mendukung gerakan pelestarian kebaya sebagai warisan budaya Indonesia sebagai bagian dari pelaksanaan ajaran Trisakti Bung Karno.
Sebagai strategi gerakan budaya, tiga ajaran Trisakti harus dilaksanakan serentak secara simultan, yaitu kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan penguatan kepribadian.
"Untuk Trisakti, kami harus melakukan pembalikan strategi gerakan lingkungan, yaitu think locally, act globally (berpikir lokal, bertindak secara global)," kata Eva Sundari yang juga pendiri dan Ketua Kaukus Pancasila tersebut.
Menyinggung soal PBI, Eva mengatakan bahwa komunitas yang berdiri 2 tahun lalu ini juga ada di beberapa provinsi. Organisasi ini memperjuangkan pemakaian kebaya dalam kehidupan sehari-hari oleh para perempuan Indonesia dimana saja. Selanjutnya, berupaya agar ada penetapan Hari Berkebaya Nasional dari Pemerintah.
"Pengenalan kebaya ke dunia internasional akan cepat terlaksana apabila orang-orang Indonesia sesering mungkin menggunakan kebaya saat di luar negeri," kata Rahmi Hidayati, Ketua PBI, menambahkan keterangan Eva.
Sementara itu, Sulistyani yang juga kader PDIP menyatakan bahwa Rampak Sarinah bersama PBI akan melaksanakan kampanye kebaya untuk kalangan milenial dan pelajar putri.
"Di beberapa wilayah yang kepala daerahnya kader PDIP, misalnya di Bali, Blitar, dan Solo, berkebaya sudah menjadi seragam pelajar dan ASN pada hari tertentu sesuai dengan perda setempat," jelas Sulistyani.
Baca juga: Perancang Musa Widyatmodjo: perlu edukasi dalam pelestarian kebaya
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019