Jakarta, (ANTARA News) - Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Sisno Adiwinoto mengatakan, kasus sengketa lahan tebu antara PT Perkebunan Nusantara (PT PN) XIV dengan warga Takalar diduga terjadi karena ulah 22 provokator. "22 orang itu yang `mengompori` warga hingga mereka membakar tanaman tebu," kata Sisno di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, para provokator itu telah mempengaruhi warga untuk melakukan tindakan anarkis padahal tanah itu telah dibeli oleh pemerintah dari warga. "Kami mengharapkan agar media, LSM dan wakil rakyat ikut memahami masalah ini dan memberikan solusi dan tidak menambah rumit suasana," katanya. Pekan lalu, sekelompok warga membakar tanaman tebu milik PT PN XIV sebab mereka mengklaim tanah itu hak mereka setelah dikuasai oleh perusahaan selama 25 tahun. Pada Jumat, 10/10, polisi yang mengamankan areal perkebunan bentrok dengan warga yang menggembalakan ternak di lahan perkebunan. Sisno mengatakan, lahan yang diklaim sebagai tanah warga itu bukan tanah ulayat tapi tanah negara yang dipakai oleh PT PN XIV melalui hak guna usaha (HGU). "Pemerintah sejak tahun 1981 telah membeli tahan itu dari warga. Proses jual beli terus berlangsung hingga tahun 1990 hingga tanah yang dibeli pemerintah mencapai 7000 hektar," katanya. Salah satu Wakil Ketua DPRD Takalar yang pernah menjadi pemilik lahan itu juga mengakui bahwa tanah itu telah dibeli oleh pemerintah. "Tanah milik pemerintah itu lalu ditanami tebu oleh PT PN XIV dengan proses HGU selama 25 tahun," katanya. Warga yang terprovokasi mengklaim bahwa tanah telah kembali ke warga tahun 2006 karena HGU telah selesai. "Padahal tanah itu adalah tanah negara, bukan tanah ulayat," katanya. Sisno mengatakan, dari sekitar 7000 hektar itu, sebanyak 1.600 hektare di antaranya telah rusak karena warga sekitar menggembalakan ternak di areal perkebunan tebu. "Negara telah dirugikan karena pasokan ke pabrik gula berkurang. Warga malah melepaskan sapi ke areal tebu," katanya. Ia mengatakan, polisi datang ke lokasi lahan karena ingin mengawal tanah negara. Ketika sedang patroli, katanya, polisi melihat ada warga yang menggembalakan ternak di areal perkebunan namun malah diserang hingga terjadilah tembakan ke arah warga hingga mengakibatkan satu orang warga terkena tembakan. "Anak-anak (anggota polisi) kan ingin menyelamat diri. Siapa pun kan pasti ingin menyelamatkan diri jika diserang," katanya. Ia mengakui bahwa ada polisi yang melepaskan tembakan ke arah warga sehingga Polda Sulsel akan menindak oknum polisi itu. Saat bertemu dengan warga Takalar, Sabtu (11/10), Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, bahwa tanah yang diklaim selama ini bukan miliknya melainkan HGU pabrik gula Takalar yang diberikan pemerintah pusat untuk jangka waktu 25 tahun. Menurut Gubernur, kalau peta perkebunan tersebut sudah diperlihatkan kemudian mereka tetap memprotes dengan melakukan aksi anarkis padahal mereka tidak punya hak di areal itu, maka aparat keamanan harus menindak tegas pelaku kerusuhan. Sedangkan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Takalar, Hj. Nariah dalam pertemuan dengan warga Takalar menegaskan, HGU pabrik gula itu sah berdasarkan sertifikat pengelolaan yang diterbitkan Menteri BUMN. "Tanah perkebunan pabrik ini sah dikuasai PTPN XIV yang pengelolaannya ditangani PG Takalar," ujarnya.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008