Jakarta (ANTARA) - Lembaga Setara Institute mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia dan penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.
Pertama, Setara Institute merekomendasikan pemerintahan Jokowi memenuhi janji yang tertunda, sebagaimana tertuang dalam Nawacita Jilid I tentang agenda sistematis pemajuan HAM.
"Hal tersebut termasuk dan tak terbatas pada pengungkapan kebenaran pelanggaran HAM masa lalu dengan membentuk Komisi Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran, sebagai jalan pertama memutus sejarah kelam pelanggaran HAM masa lalu," ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani di Jakarta, Selasa.
Rekomendasi kedua yakni mengintegrasikan paradigma hak asasi manusia dalam perencanaan pembangunan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan indikator-indikator yang presisi dan berbasis pada disiplin hak asasi manusia.
Ketiga, dengan mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RKHUP yang berperspektif HAM, RUU Perubahan UU ITE, RUU Kehutanan, RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perubahan UU HAM, dan Omnibus Law dalam sektor ekonomi.
Keempat, pengutamaan pembangunan ekonomi, bisnis dan investasi dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin, menuntut kehadiran paradigma HAM sebagai pemandu pelaksanaan pembangunan yang berparadigma Pancasila.
"Obsesi investasi harus tetap dalam kerangka menjalankan amanat Pasal 33 UUD Negara RI, yang menempatkan negara sebagai yang supreme dan menguasai seluruh perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak," ujar Ismail.
Kelima, Setara merekomendasikan Presiden Jokowi mengadopsi dan memastikan United Guiding Principles (UNGPs) on Business and Human Rights sebagai barikade rezim investasi dan pembangunan, tidak menambah daftar panjang pelanggaran HAM pada sektor bisnis dan ekonomi.
Keenam, pengutamaan agenda penanganan intoleransi, radikalisme dan terorisme harus berpusat pada kerangka demokrasi dan HAM.
Sebab, menurut Ismail, penanganan intoleransi dan radikalisme sebagaimana diperagakan dalam beberapa bulan oleh kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin justru menjauhkan semangat perlindungan kebebasan sipil warga.
"Penyempitan ruang kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berorganisasi merupakan tantangan paling serius yang hadir sejalan dengan pilihan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin menangani intoleransi, radikalisme dan terorisme yang keluar jalur dan tidak bertolak dari pemahaman holistik akar, penyebab dan instrumen radikalisme," jelas dia.
Ketujuh, Presiden Jokowi perlu mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif (inclusive governance) dalam menangani intoleransi, radikalisme dan terorisme, guna mewujudkan inclusive society yang immune terhadap virus intoleransi dan radikalisme.
Kedelapan Rencana Aksi Nasional HAM 2020-2024 agar disusun secara lebih realistis dan presisi sehingga bisa dicapai dalam periode kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Menurut Setara, selama ini RANHAM sangat abstrak dan tanpa indikator yang presisi, sehingga menyulitkan pemerintah sendiri dalam mengimplementasikannya.
Kesembilan, membuka akses utusan-utusan khusus PBB melakukan kunjungan, dialog dan pemantauan kondisi HAM di Indonesia termasuk dan terutama untuk Pelapor Khusus Kebebasan Beragama/Berkeyakinan, Pelapor Khusus untuk Kebebasan Berekspresi, dan Pelapor Khusus untuk Pembela HAM.
"Termasuk membuka kemungkinan pemantauan langsung Pelapor Khusus PBB di Papua dan Papua Barat," jelas dia.
Adapun berdasarkan hasil Laporan Indeks Kinerja HAM 2015-2019 yang dirangkum Setara Institute, ada kemajuan dalam kinerja memajukan HAM oleh pemerintahan Jokowi.
Dari skala skor 1-7, pada 2015 pemerintahan Jokowi mencatat pemajuan HAM pada skor 2,45. Kemudian pada penghujung 2019, skor meningkat menjadi 3,2.
Meskipun ada peningkatan, Ismail menyatakan kenaikannya tidak signifikan karena masih di bawah angka moderat empat.
Baca juga: Mahfud MD jelaskan penyebab penyelesaian kasus HAM lamban
Baca juga: DPR: Pemerintah punya niat baik selesaikan kasus pelanggaran HAM
Baca juga: Seknas mewacanakan pemerintah selesaikan kasus pelanggaran HAM berat
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019