Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak berencana mengoptimalkan penerimaan melalui adanya perluasan basis pajak yaitu dengan meningkatkan kepatuhan secara sukarela serta pengawasan dan penegakkan hukum bagi para wajib pajak (WP) pada 2020.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan upaya tersebut dilakukan sebab penerimaan pajak dari Januari hingga Oktober 2019 masih Rp1.173,89 triliun atau 65,71 persen dari target APBN yaitu Rp1.786,38 triliun.
“Kita tetap memiliki kewajiban untuk mengumpulkan pajak di tengah pertumbuhan ekonomi yang kurang bagus tanpa memberikan tekanan yang berat pada dunia usaha,” katanya dalam acara Dialog Perpajakan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa.
Suryo menuturkan dalam meningkatkan kepatuhan sukarela pihaknya melakukan berbagai edukasi yang efektif atau inklusi kesadaran pajak bagi calon WP melalui pendidikan formal di tingkat dasar, menengah, dan atas, maupun nonformal yaitu seminar.
Inklusi kesadaran pajak itu memiliki tiga pilar yakni peningkatan kerja sama dengan pemangku kepentingan, penyiapan materi edukasi, dan kampanye nasional sehingga diharapkan mampu memberikan pemahaman secara maksimal untuk calon WP masa depan.
Tak hanya itu, peningkatan kepatuhan sukarela juga dilakukan melalui penerapan pelayanan yang berkualitas dengan mengedepankan 3C yaitu Click, Calling, dan Counter pada 2020 mendatang sehingga WP lebih mudah dalam memenuhi kewajibannya.
Kemudahan tersebut diberikan oleh DJP melalui tersedianya tujuh layanan web base, empat layanan telfon dan non telfon, penambahan line telfon, serta empat back-end office contact center sebagai bentuk perluasan pelayanan.
“Ada cerita tentang WP yang mudah untuk mendapatkan informasi dan membayar pajak karena tidak perlu ke kantor. Tinggal klik, klik, klik sudah selesai,” ujarnya.
Sementara itu, penegakkan hukum yang adil bagi WP dilakukan melalui lima cara yaitu pemanfaatan data, pengawasan WP dan ekstensifikasi berbasis kewilayahan, pengawasan WP penentu penerimaan, pemeriksaan dan penagihan, serta penegakkan hukum.
Pemanfaatan data WP merupakan upaya DJP untuk menganalisis data yang diperoleh dari perbankan serta lembaga keuangan lain sehingga jika ada yang melanggar aturan maka akan dihimbau untuk mendaftarkan diri sebagai WP, menyampaikan SPT, maupun pembetulan SPT.
Pengawasan WP dan ekstensifikasi berbasis kewilayahan merupakan upaya yang dilaksanakan untuk menjaring WP baru berkualitas dengan cara survey lapangan geotagging (SLGT) serta menggunakan basis data kependudukan dan data ILAP.
Pengawasan WP penentu penerimaan yaitu dilaksanakan terhadap WP yang memberikan kontribusi penerimaan pajak sebesar 90 persen dari penerimaan nasional dan kantor wilayah DJP.
Pemeriksaan dan penagihan yakni DJP melakukan pemeriksaan jika upaya peningkatan kepatuhan sukarela dirasa belum mencukupi, sedangkan penagihan dilaksanakan dengan tujuan untuk mempercepat pencairan piutang pajak secara aktif maupun pasif.
“Itu dilakukan secara hati-hati dengan memanfaatkan data konkret dan kriteria sesuai dengan hasil pemetaan risiko,” ujarnya.
Sementara itu, penegakkan hukum merupakan upaya terakhir (ultimatum remedium) dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak yang dilaksanakan atas WP dengan risiko ketidakpatuhan yang tinggi dan telah dilakukan upaya pemeriksaan pajak.
Lebih lanjut, Suryo menuturkan bahwa DJP juga akan menambah KPP Madya dengan tujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap WP kelas menengah khususnya di kota besar yang menjadi pusat ekonomi regional.
Oleh sebab itu, DJP turut melakukan refocusing terhadap KPP Pratama sebab melalui adanya penambahan KPP Madya maka fokusnya akan digeser pada perluasan basis pajak melalui program ekstensifikasi yang berkualitas dan berkesinambungan.
“Pengawasan ke depan termasuk hukum ini agar kepatuhan meningkat dan menjadikan WP mandiri karena mereka menghitung, melapor, dan membayar sendiri,” katanya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019