Surabaya (ANTARA News) - Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso menegaskan, TNI siap melakukan revisi terhadap Rencana Strategis (Renstra) 2009-2014, jika dampak krisis keuangan global benar-benar berpengaruh terhadap pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dari mancanegara melalui fasiitas Kredit Ekspor.Ditemui ANTARA News usai jumpa wartawan di Dermaga Ujung, Surabaya, Minggu, Djoko Santoso mengatakan, hingga saat ini belum ada indikasi krisis finansial global yang berawal dari krisis finansial di Amerika Serikat (AS), berdampak terhadap pengadaan alutsista TNI untuk Renstra 2005-2009."Hingga kini belum ada indikasi, termasuk dari bank-bank pemberi pinjaman untuk alutsista TNI dari luar negeri, yang menyatakan telah terkena imbas krisis finansial global. Namun, ini tetap kita pantau dan waspadai perkembangannya," kata Djoko. Dampak krisis keuangan AS yang merembet hingga luar AS dan Eropa, sangat dimungkinkan berpengaruh terhadap pengembangan kekuatan TNI ke depan. "Kalau krisis itu benar berdampak pada pengembangan kekuatan TNI, maka itu adalah sebuah keniscayaan yang harus dihadapi," katanya. Namun, TNI tidak akan berkecil hati karena dalam sebuah peperangan tidak hanya ditentukan oleh kehebatan alutsista yang dimiliki tetapi lebih pada kekuatan moral dan militansi personel TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang yang profesional. "Alustsista memang penting dalam sebuah peperangan, tetapi peperangan dimenangkan oleh manusiannya. Jadi, TNI tidak kecil hati, kami akan meningkatkan militansi, semangat juang, dan menajamkan prioritas dalam pengadaan alutsista," tutur Panglima TNI. Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengungkapkan krisis keuangan global dapat mengancam kelangsungan pengadaan alat utama sistem senjata (alutsita) TNI dari luar negeri terutama dari Amerika Serikat (AS). Juwono mengatakan, meski dampak krisis keuangan global tidak langsung berdampak siginfikan bagi Indonesia, namun bukan berarti tidak mengancam keberlangsungan pengadaan alutsista TNI dari mancanegara, apalagi jika tingkat suku bunga kredit mencapai lebih dari delapan persen. "Setiap satu poin kenaikan, berpotensi menambah jumlah uang yang harus kita bayarkan. Kami hanya bisa berharap suku bunga kredit tidak melonjak lebih dari delapan persen, karena akan berpengaruh terhadap pengadaan alutsista yang menggunakan Kredit Ekspor (KE)," ujarnya. Juwono mengemukakan, pihaknya akan terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan suku bunga kredit selama enam bulan ke depan terkait adanya pengetatan kredit di AS. "Termasuk memantau sejumlah bank-bank asing seperti BNP Paribas, Fortis yang kerap menjadi `lender` (pemberi pinjaman) bagi pengadaan alutsista TNI dari mancanegara, yang terkena dampak pengetatan kredit," kata Juwono menambahkan. Berdasar catatan Departemen Keuangan (Depkeu), selama 2002-2006 terdapat 104 kontrak pengadaan yang sudah ditandatangani "loan agreement"-nya termasuk pengadaan enam Sukhoi baru yang akan datang bertahap pada 2008-2009. Sementara itu, 26 kontrak pengadaan belum ditandatangani "loan agreement"-nya yakni dua kontrak (2002), satu kontrak (2003), enam kontrak (2004), 15 kontrak (2005) dan tiga kontrak pada 2006.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008