Penyelenggaraan transportasi umum sebagai layanan publik, pemda wajib memberikan subsidi operasional
Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menyatakan, pemerintah daerah di seluruh Indonesia perlu memiliki kemauan untuk menyisihkan sebagian anggarannya untuk subsidi operasional angkutan umum.
"Penyelenggaraan transportasi umum sebagai layanan publik, pemda wajib memberikan subsidi operasional," kata Djoko Setijowarno dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut Djoko yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu, sebenarnya permasalahan alokasi subsidi untuk operasional angkutan umum itu hanya butuh kebesaran komitmen dari kepala daerah saja.
Ia mencontohkan, Kabupaten Tabanan Provinsi Bali yang memiliki APBD kurang dari Rp2 triliun, sejak lima tahun belakangan ini dapat menyisihkan Rp14 miliar diberikan buat subsidi angkot untuk mengangkut pelajar berangkat dan pulang sekolah. Sedangkan pada 2020 jumlahnya akan dinaikkan menjadi Rp18 miliar.
"Program subsidi angkot pelajar oleh Bupati Tabanan ini, sekarang banyak ditiru di beberapa kabupaten dan kota di Bali, Jatim dan Jateng," katanya.
Dengan adanya subsidi itu, ujar dia, maka setidaknya dapat membantu kelangsungan bisnis angkot yang mulai sekarat. Di satu sisi dapat membantu keberlangsungan angkot setempat, di sisi lain terjadi pengurangan penggunaan sepeda motor oleh pelajar karena sudah disediakan angkutan umum yang gratis.
Saat ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub juga diwartakan bakal menata lima kota (Medan, Palembang, Surakarta, Yogyakarta dan Denpasar) mulai tahun 2020 dengan skema pembelian layanan atau "buy the service".
Sebagaimana diketahui, program ini tidak hanya dilakukan oleh pusat, tetapi menyertakan daerah dengan berbagai peran dan tanggung jawab, di mana Ditjen Hubdat Kemehub menjamin bantuan operasional selama lima tahun.
"Sementara pemda harus menyediakan prasarana pendukung dan manajemen rekayasa lalu lintas. Pemerintah tidak perlu memberikan bantuan bus ke sejumlah daerah seperti yang selama ini dilakukan. Operator akan membeli armada dengan spesifikasi teknis dari pemerintah," ucapnya.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Teknik Universitas Pancasila Budhi M. Suyitno menyatakan pola skema pembiayaan untuk pembiayaan transportasi berbasis rel perlu dikaji lebih lanjut agar bisa mengurangi beban penggunaan APBN.
"Salah satunya skema pembiayaan adalah Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk membantu mendorong pembangunan prasarana dan sarana transportasi perkotaan berbasis rel," kata Budhi.
Menurut mantan menteri perhubungan era pemerintahan Abdurahman Wahid tersebut, kereta rel listrik sebenarnya adalah salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik penumpang maupun barang secara massal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang.
Selain itu KRL mempunyai faktor keamanan dan keselamatan yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya.
Sejak 2012, Pemerintah Indonesia mulai memprioritaskan pembangunan prasarana dan sarana perkeretaapian, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang.
Pembangunan prasarana dan sarana transportasi perkotaan yang berbasis rel umumnya tidak menguntungkan, sehingga perlu dicari formulasi pembiayaan pembangunan dengan memperhatikan sumber-sumber pendapatan yang memungkinkan untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi.
Baca juga: Pajak kendaraan angkutan umum akan diturunkan
Baca juga: DPRD setuju anggaran subsidi TransJakarta naik
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019