Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengungkapkan, memperoleh pembiayaan dari bank dengan jaminan hak kekayaan intelektual (HKI) kini bukan lagi menjadi sesuatu yang mustahil, seiring terus berkembangnya industri kreatif di Tanah Air.
"HKI sebagai collateral atau jaminan untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan bukanlah suatu hal yang mustahil," kata dia, dalam sambutan yang dibacakan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris, dalam acara seminar nasional bertema 'HKI sebagai objek jaminan fidusia' yang digelar ILUNI FH UI, di Jakarta, Senin.
Laoly tidak bisa menghadiri seminar itu lantaran harus menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Dalam sambutan tertulis, dikatakan salah satu sasaran dari kebijakan pengembangan ekonomi kreatif yang diharapkan dapat secara langsung berdampak bagi kesejahteraan masyarakat adalah melalui pembiayan berbasis kekayaan intelektual.
Menurut sambutan tertulis itu, kebutuhan atas alternatif pendanaan merupakan perkembangan kontemporer dalam bidang kekayaan intelektual, terutama bagi industri kreatif yang sarat dengan aset tidak berwujud.
Dengan adanya skema penggunaan HKI sebagai jaminan untuk memperoleh pembiayaan di Bank, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku ekonomi kreatif.
"Skema ini telah ditinjau oleh beberapa negara maupun organisasi internasional karena transformasi lndustri yang semakin sarat dengan inovasi dan kreativitas," kata Harris mengutip sambutan tertulis itu.
Ia menjelaskan untuk mengakomodir perkembangan mengenai kebutuhan atas pembiayaan berdasarkan HKI, pemerintah melalui beberapa undang-undang di bidang kekayaan intelektual telah memberikan payung hukum.
Di antaranya melalui UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta di mana pada pasal 16 ayat 3 diatur bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
Kemudian pada pasal 108 ayat 1 UU Nomor 13/2016 tentang Paten yang menyebutkan bahwa hak atas paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
Adapun jaminan fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda tersebut.
Namun, kata dia, keberadaan regulasi tersebut juga tidak serta merta membuat langkah HKI sebagai objek jaminan fidusia menjadi bankable atau layak kredit, mengingat masih terdapat beberapa isu dan kendala yang mengemuka.
Antara lain terkait dengan valuasi atas nilai HKI yang akan dijadikan sebagai jaminan dari pembiayaan, belum adanya lembaga yang dapat menilai atau appraisal dari suatu HKI, hingga persoalan mengenai bagaimana mekanisme pengikatan atas HKI dalam hal sertifikat HKI akan dijadikan sebagai jaminan dalam mendapatkan pembiayaan.
Kendala itu ke depan akan menjadi fokus tidak hanya dari pihak pemerintah seperti OJK atau Kementerian Hukum dan HAM, namun juga diharapkan adanya kolaborasi dan sinergi dari pihak akademisi, pelaku usaha, serta pemangku kepentingan lain di bidang kekayaan intelektual untuk bersama-sama menjadikan sistem hukum kekayaan intelektual yang dapat menyesuaikan dengan ketentuan mengenai sistem jaminan dalam Iembaga keuangan.
"Sehingga kami sangat mengapresiasi langkah-Iangkah yang dilakukan segenap pemangku kepentingan guna menggaungkan pentingnya HKI dalam peranannya dalam pekonomian, termasuk seperti yang pada kesempatan kali ini melalui Seminar yang bertemakan HKI sebagai Objek Jaminan Fidusia yang diselenggarakan oleh Lintang Alumni FH UI," kata Harris mengutip sambutan tertulis itu.
Sementara itu Ketua ILUNI FH UI, Ashoya Ratam, mengamini pernyataan-pernyataan itu. Menurut dia, valuasi atas hak kekayaan intelektual menjadi sangat penting sebagai jaminan dalam memperoleh pembiayaan bank.
Oleh karena itu, kata dia, saat ini diperlukan adanya pihak independen yang bertugas untuk menentukan valuasi terkait HKI seseorang sebelum dijadikan objek jaminan pembiayaan di bank.
"Jadi harus ada nilai valuasi dan itu harus jelas, siapa yang memvalidasi. Tentunya pihak independen, disitu ada OJK misalnya," ucap Ratam.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019