Kami tetap berjalan on the track mengikuti semua prosedur sesuai perundang-undangan yang berlakuCikarang, Bekasi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bekasi menegaskan, perjanjian pembagian aset PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi, Jawa Barat dengan porsi 45 persen untuk Kota Bekasi dan 55 persen untuk Kabupaten Bekasi tidak memiliki payung hukum yang mengikat serta hanya bersifat politis saja.
"Pemkab Bekasi menegaskan tidak ada kewajiban memberi kepemilikan aset PDAM Tirta Bhagasasi kepada Pemkot Bekasi. 45 persen itu bukan saham, melainkan porsi pengelolaan aset PDAM Tirta Bhagasasi yang ada di Kota Bekasi," kata Kepala Bagian Administrasi Perekonomian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Bekasi, Gatot Purnomo di Cikarang, Bekasi, Senin.
Gatot menjelaskan ada perbedaan pemahaman Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi terkait kepemilikan PDAM Tirta Bhagasasi yang menganggap perjanjian pada 2002 antara Bupati Bekasi saat itu, Wikanda dengan Wali Kota Bekasi, Nonon Sonthanie adalah perjanjian mengikat atas kepemilikan perusahaan pelat merah itu.
Perjanjian 2002 dilatarbelakangi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1996 mengenai Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi yakni Kota Bekasi terbentuk dan memisahkan diri dengan kabupaten, namun saat itu jaringan pipa dan pelanggan Tirta Bhagasasi telah mencakup wilayah yang baru mekar itu.
Baca juga: Kota Bekasi diminta segera selesaikan pemisahan aset PDAM
"Dalam amanah undang-undang itu disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi dapat memberikan aset salah satu BUMD apabila diperlukan, demi kelancaran tugas Kotamadya Bekasi. BUMD itu PDAM Tirta Bhagasasi yang ada di Kota Bekasi dan penyerahan aset itu dilakukan sesuai perundang-undangan. Itu bunyi undang-undang 9/1996," katanya.
Namun perjanjian itu, tegasnya, tidak diikat dengan peraturan daerah sementara PDAM Tirta Bhagasasi merupakan BUMD yang berbadan hukum dengan kedudukan hukumnya berdasarkan peraturan daerah dengan kata lain klaim saham 45:55 tidak tepat sebab tidak dibarengi pembuatan atau perubahan perda dan atas persetujuan legislatif.
"Ini bunyi amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962. Dan hingga kini itu tidak dilakukan, jadi 45 persen itu bukan berarti kepemilikan Pemkot Bekasi atas PDAM tapi dalam pengelolaannya dia punya hak 45 persen maka diberikanlah deviden. Inilah sebenarnya akar permasalahan beda pemahaman itu," ungkapnya.
Gatot menambahkan proses pemisahan aset PDAM Tirta Bhagasasi masih berjalan dan pihaknya mengaku sudah berkirim surat ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) Jawa Barat untuk meminta agar dilakukan mediasi antara kota dan kabupaten.
"Kami tetap berjalan on the track mengikuti semua prosedur sesuai perundang-undangan yang berlaku," kata Gatot.
Perjanjian 2017
Gatot mengungkapkan setelah perjanjian 2020 sebenarnya ada kesepakatan bersama pada 2017 antara Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dengan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi.
"Di situ sudah mengikat dan Pemkot Bekasi menyanggupi akan memberikan kompensasi sebesar Rp241 miliar sesuai penghitungan mereka, namun Pemkab Bekasi kurang sependapat dengan angka itu," ucapnya.
Kedua pihak kemudian sepakat meminta pendapat ke BPKB Jawa Barat dan BPKB menyarankan agar menggunakan tenaga ahli dari jasa penilai publik independen untuk menilai aset sehingga ditemukan kewajaran terkait kompensasi yang akan diberikan Kota Bekasi.
"Pemakaian jasa penilai publik independen ini juga telah disepakati Pemkab dan Pemkot Bekasi. Dari hasil penilaian tenaga ahli ketemu angka Rp362 miliar. Itu adalah nilai aset PDAM yang ada di Kota Bekasi. Maka seharusnya itu sudah tuntas penghitungannya tinggal kapan akan dibayar dan selanjutnya aset itu kita serahkan ke kota," ungkapnya.
Pemerintah Kabupaten Bekasi juga tidak mengabaikan investasi Kota Bekasi sejak 2002 silam hingga kini. Penyertaan modal untuk pengembangan di Kota Bekasi yang mencapai Rp68 miliar itu akan mengurangi nilai kompensasi dari Rp362 miliar menjadi Rp294 miliar.
Hanya saja merujuk pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap pembagian deviden atau bagi hasil 2012 yang menemukan adanya kelebihan pembayaran deviden sebesar Rp9 miliar ke Kota Bekasi maka temuan itu akan menjadi nilai tambahan kompensasi Kota Bekasi.
"Berarti yang Rp9 miliar itu harus dikembalikan ke Pemkab Bekasi oleh Pemkot Bekasi yang tadinya Rp294 miliar menjadi Rp303 miliar. Nilai itulah yang harus diserahkan ke kami agar pemisahan aset dan kepemilikan PDAM Tirta Bhagasasi dapat dilakukan," ungkapnya.
"Saya juga sudah menjelaskan perihal ini ke DPRD Kabupaten Bekasi. Mudah-mudahan dalam waktu dekat BPKP akan memediasinya. Kita akan duduk bareng mencari solusi terbaik karena ini menyangkut pelayanan air bersih kepada masyarakat," imbuh Gatot.
Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengatakan terkatung-katungnya pemisahan aset PDAM Tirta Bhagasasi dengan Tirta Patriot disebabkan belum adanya kesepakatan terkait pembagian saham 45:55 dari nilai buku PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi.
Baca juga: Pemkot Bekasi pertimbangkan tarik modal PDAM Bhagasasi
"Terakhir sudah ada rekomendasi BPKP. Hasil penghitungan tim appraisal menyatakan bahwa aset PDAM Tirta Bhagasasi di Kota Bekasi sebesar Rp362 miliar. Hanya saja kita belum ketemu persoalan ikatan perjanjian pada 2002 soal 45:55 dari nilai buku. Kalau ini sudah disepakati maka akan selesai semua," kata dia.
Rahmat menyatakan saat ini nilai buku PDAM Tirta Bhagasasi mencapai Rp700 miliar. Dengan begitu menurut dia, Pemerintah Kota Bekasi berhak mendapat pembagian sebesar 45 persen.
"Ini yang lagi kita kejar sama Bupati Bekasi," katanya.
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019