Jakarta (ANTARA) - Masa kerja jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Jokowi dan Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, sudah memasuki bulan kedua, sejak diumumkan dan dilantik pada Rabu, 23 Oktober 2019 silam.

Pada saat pengumuman menteri, Jokowi telah memberikan amanahnya kepada para pejabat pemerintahannya yang terdiri dari 34 menteri dan empat pejabat setingkat menteri, mengenai hal-hal pokok yang harus menjadi perhatian.

Presiden menegaskan tujuh hal pokok yang harus dijalankan dan ditaati para pejabat itu, yitu:

Pertama tidak boleh korupsi dan harus mengurangi celah korupsi di masing-masing kementerian dan lembaga yang dipimpin.

Kedua, presiden menegaskan tidak ada visi dan misi menteri, yang ada hanya lah visi-misi presiden dan wakil presiden.

Ketiga, para pejabat diinstruksikan bekerja cepat dan produktif.

Keempat, para menteri dilarang melakukan rutinitas monoton. Dalam hal ini menteri diminta terus berinovasi sehingga bisa membawa perubahan nyata bagi kemajuan bangsa.

Kelima, para menteri diminta tidak hanya berorientasi kerja pada proses melainkan juga pada hasil yang dapat dirasakan rakyat.

Keenam, menteri diwajibkan senantiasa mendengarkan persoalan langsung dari rakyat dan mencarikan solusi atas persoalan tersebut.

Ketujuh, pejabat yang dinilai Presiden tidak serius dalam bekerja dapat dipecat di tengah jalan.

Amanat Jokowi ini dinilai membuka asa publik atas terwujudnya birokrasi yang semakin baik dan Indonesia maju.

Namun publik perlu terus ikut berpartisipasi mendorong "daya gedor" kabinet Jokowi agar semakin kuat dan senantiasa berupaya melaksanakan dan mewujudkan tujuh amanat tersebut dalam setiap program kerjanya.

Di tengah pesatnya perkembangan media sosial, masyarakat dapat dengan mudah mengawal, menyampaikan aspirasi hingga mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Pemerintah bahkan memfasilitasi masyarakat dengan sarana pengaduan pelayanan publik Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!).

Publik juga bisa dengan mudah "menghubungi" presiden-wakil presiden serta menteri dan pejabat negara melalui akun media sosial. Dalam hal ini, presiden perlu memastikan setiap pembantunya memiliki sedikitnya satu akun media sosial yang aktif sebagai sarana mendengarkan keluh kesah publik.

Publik dapat mencermati gebrakan demi gebrakan yang dilakukan jajaran menteri Jokowi. Jika ada menteri yang belum berinovasi, publik bisa mengingatkannya kepada presiden melalui media sosial.

Demikian lah salah satu cara publik berpartisipasi mendorong "daya gedor" Kabinet Indonesia Maju, dengan catatan munculnya aspirasi publik itu tidak selalu dapat diartikan bahwa kerja menteri Jokowi menjadi buruk, melainkan sebagai upaya bersama mewujudkan pemerintahan yang semakin baik.

Hal ini sesuai dengan amanat presiden, di mana pemerintah saat ini memang sudah tidak bisa lagi bekerja lambat dan monoton. Sementara era pejabat priyayi juga sudah lama kita tinggalkan sejak periode pertama pemerintahan Jokowi.

Kini tugas menteri hanya lah bekerja maksimal dengan cepat dan tepat. Selama programnya baik, maka apresiasi dan rasa hormat publik akan ditujukan kepadanya.

Gebrakan menteri
Gebrakan menteri di era Kabinet Indonesia Maju menjadi kata kunci yang harus terus dicermati masyarakat. Gebrakan yang dinantikan publik tentu saja bukan gebrakan yang tujuannya untuk "mencari muka", melainkan gebrakan inovatif, yang jelas tujuan dan manfaatnya serta terukur.

Jika diperhatikan, memasuki bulan kedua terbentuknya Kabinet Indonesia Maju, sejumlah menteri telah menyuguhkan gebrakan nyata dihadapan publik.

Di sektor reformasi birokrasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, beserta jajarannya memegang peran penting memastikan para aparatur sipil negara adalah pribadi-pribadi pilihan yang menjadi mesin pemerintah dalam mewujudkan birokrasi dan pelayanan publik terbaik.

Kumolo segera melaksanakan amanat Presiden tentang penyederhanaan eselonisasi. Bersama Badan Kepagawaian Negara, Kementerian PANRB juga memastikan rekrutmen pegawai negeri sipil semakin membaik dari rekrutmen sebelumnya.

Di sektor pertahanan, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, juga menyuarakan ide-idenya tentang penguatan pertahanan yang cukup membuat optimisme publik meningkat, misalnya dengan terlebih dulu mendefinisikan bahwa pertahanan Indonesia bersifat defensif.

Menurut Prabowo, wawasan pertahanan Indonesia adalah defensif menjaga kedaulatan bangsa. Prabowo juga menekankan pertahanan bangsa harus kuat, berapapun biayanya.

Di sektor pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, membawa harapan baru. Figur Nadiem yang lekat dengan kata inovatif, karena merupakan pendiri Gojek, tentu saja diekspektasikan memunculkan hal-hal baru yang inovatif dan diluar kebiasaan, bagi dunia pendidikan nasional.

Nadiem pun telah mencetuskan sebuah slogan baru dalam dunia pendidikan yakni merdeka dalam belajar.

Nadiem juga bersuara mengenai tantangan dunia pendidikan ke depan yang secara logika memang tepat. Misalnya, dia menyatakan bahwa gelar pendidikan bukan jaminan atas sebuah kompetensi, kelulusan tidak menjamin seseorang siap berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, hingga hal sepele seperti masuk kelas tidak menjamin seorang pelajar akan belajar.

Ia juga melontarkan wacana menghapus Ujian Nasional bagi pelajar. Sebuah wacana yang sejatinya sejak lama sudah digaungkan, namun dibawah kepemimpinan Nadiem realisasi wacana tersebut kali ini agaknya jauh lebih serius ketimbang sebelumnya.

Sementara itu gebrakan yang lumayan mendapat perhatian publik hadir dari sosok Menteri BUMN, Erick Thohir, baru-baru ini. Belum lama duduk di kursi menteri BUMN, dia langsung menggebrak cukup kencang dengan mencopot Direktur Utama Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, lantaran kasus penyelundupan komponen motor gede Harley Davidson Softail Shovelhead klasik lansiran '70-an.

Thohir juga mencopot seluruh direksi maskapai itu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan kasus penyelundupan tersebut.

Ketegasan itu memunculkan slogan "bersih-bersih BUMN". Satu kalimat yang tidak boleh lagi dianggap tabu di era keterbukaan informasi saat ini. Apalagi belum tentu semua orang bisa berlaku tegas seperti sang menteri BUMN itu.

Ia juga mencermati ada beberapa perusahaan BUMN yang memiliki lini bisnis perhotelan, yang tidak sesuai dengan bisnis intinya. Hal ini akan dibenahi ke depan termasuk juga rencananya mengoptimalkan kerja komisaris BUMN.

Berbagai gebrakan sejumlah menteri Jokowi tersebut sudah selayaknya juga dilakukan menteri-menteri lain.

Sekali lagi gebrakannya akan lebih baik jika bersifat inovatif, yang jelas tujuan dan manfaatnya serta terukur, dan publik memiliki tugas tidak tertulis untuk terus mendorong dan mengingatkan agar daya gedor gebrakannya senantiasa menguat.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019