Jakarta (ANTARA News) - Penyelematan bursa saham Indonesia yang kini dalam masa kritis dibutuhkan suatu aksi yang nyata dari otoritas pasar modal dan pemerintah."Saat kritis seperti ini harus ada aksi nyata dan dana nyata yang mengalir ke pasar modal. "Bagaimana caranya itu harus dipikirkan pemerintah, kalo perlu pemerintah harus menyuntikan dananya ke pasar modal," kata Presiden Direktur AmCapital Indonesia," Mustofa di Jakarta, Rabu.Menurutnya, sudah terlambat kalau menghimbau orang untuk membeli saham murah dan fundamental bagus. "Sekarang yang dibutuhkan adalah aksi nyata dan dana nyata yang mengalir ke pasar modal," ujarnya.Hal senada dingkapkan Direktur Nikko Securities, Adler Manurung. Menurutnya, otoritas bursa harus dapat menyelesaikan berbagai persoalan mendasar yang dapat merusak pasar, seperti masalah short selling, gadai menggadai saham (transaksi REPO) dan marjin trading. "Hal ini harus ada aksi nyata dari otoritas bursa untuk memberantas aksi-aksi yang dapat merusak pasar dan pelakunya harus ditindak tegas. Kalau ini tidak dilakukan dapat memicu ketidak-percayaan pasar," Katanya. Sementara itu, Direktur Danareksa, Harry Wiguna menduga ada permainan yang sengaja membuat indeks saham jeblok. Pasalnya, kejatuhan indeks saham hari ini tidak rasional, karena indeks turun signifikan (10%) namun jumlah transaksi saham hanya sedikit (di bawah Rp 1 triliun). "Ya bisa saja ada yang melakukan short selling, kendati transaksi short selling ini sudah dilarang BEI. BEI harus menyelidiki dan mengetahui siapa-siapa saja yang melakukan short selling ini," katanya. Short selling merupakan transaksi yang dilakukan nasabah dengan cara menjual saham yang tidak dimilikinya. Artinya, nasabah menjual saham padahal dia tidak memiliki barangnya (saham) dengan harapan harga saham akan turun setelah dia menjual. Sehingga pada saat harga turun tersebut dia dapat membeli kembali saham itu untuk kemudian diserahkan kepada brokernya. Dengan demikian, si nasabah dapat keuntungan (gain) dari selisih harga jual dan belinya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008