Jakarta (ANTARA) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) ikut berkontribusi dalam usaha pemerintah mengurangi angka stunting di Indonesia dengan menghasilkan data asupan gizi yang menggunakan teknik analisis nuklir.
"Ikut kontribusi penurunan secara langsung tidak, karena direct itu sulit. Karena stunting itu salah satu indikasi kekurangan zat gizi dan biasanya terjadi karena kehamilan ibunya sampai anak usia dua tahun. Itu kenapa riset saya fokus ke anak dua tahun," ujar peneliti teknik analisis nuklir Diah Dwiana ketika ditemui di Kantor BATAN, Bandung, Jawa Barat pada Jumat.
Stunting adalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama yang disebabkan karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Baca juga: Teknik analisis nuklir, metode penting cari sumber pencemaran udara
Sampai saat ini, indikator stunting masih dilihat dari ciri fisik di mana tinggi badan anak yang mengalami kondisi itu berada di bawah rata-rata standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Padahal, menurut Diah, anak penderita stunting jika dilakukan MRI akan terlihat bahwa ukuran otaknya akan lebih kecil dari anak normal dan ke depannya mungkin indikator stunting akan berubah tidak hanya dari penilaian fisik.
BATAN akan terlibat dalam upaya mengurangi angka stunting dengan menganalisa menggunakan nuklir sampel makanan yang diambil dari ratusan anak penderita stunting dan normal yang diambil di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Tangerang, Banten.
Para peneliti selain melakulan pendataan melalui wawancara, tapi juga sampel makanan tersebut akan dianalisis menggunakan teknik nuklir.
Sampel-sampel itu nanti akan diblender untuk dihomogenisasi, kemudian dikering bekukan agar awet dan dibuat dalam bentuk bubuk yang membutuhkan sekitar sepekan sebelum akhirnya melalui proses iradiasi.
Dari sampel tersebut akan didapat data perihal asupan zat gizi mikro secara lengkap apa saja yang masuk dalam tubuh bayi usia 6 bulan-2 tahun yang menjadi subjek penelitian tersebut.
Dari sana dapat dibandingkan data gizi secara lengkap dan dapat dilakukan perbandingan asupan zat gizi mikro antara anak normal dan yang mengalami stunting.
"Begitu selesai kita akan infokan ke Kementerian Kesehatan, silahkan untuk menjadi referensi dasar untuk menentukan kebijakan berikutnya," ujar Diah.
Penelitian itu sendiri masih dalam proses untuk menganalisis hasil sampel yang didapat dari ratusan anak normal dan penderita stunting.
Di Indonesia angka tahun ini prevelensi balita stunting berhasil mencapai angka 27,67 persen, turun dari 3,1 persen dari tahun lalu. Kementerian Kesehatan menargetkan pada 2024, angka stunting dapat diturunkan menjadi 19 persen.
Baca juga: BATAN identifikasi polutan di tanah dengan teknologi nuklir
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019