Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa dugaan penyelewengan dana Bank Indonesia (BI), Antony Zeidra Abidin, membantah menerima dana BI sebesar Rp13 miliar. Antony menyatakan hal itu ketika menanggapi kesaksian mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simanjuntak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa. Dalam kesaksiannya, Rusli mengaku menyerahkan uang kepada Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandu dalam lima tahap. Kelima tahap itu adalah tanggal 27 Juni 2003 sebesar Rp2 miliar di hotel Hilton, 2 Juli 2003 sebesar Rp5,5 miliar di rumah Antony, 12 Agustus 2003 sebesar Rp7,5 miliar di rumah Antony, 16 September 2003 sebesar Rp10,5 miliar di hotel Hilton, dan 8 Desember 2003 Rp6 miliar di rumah Antony. Antony mengaku menerima uang dari Rusli. Tapi mantan anggota Komisi IX DPR itu menyatakan keterangan Rusli itu tidak semuanya benar. Antony bersikeras tidak bertemu dengan selama Juli 2003 sampai Agustus 2003. "Saat itu saya di luar negeri," katanya. Oleh karena itu, Antony membantah keterangan Rusli tentang penyerahan uang tahap kedua dan ketiga, pada yaitu 2 Juli 2003 sebesar Rp5,5 miliar di rumah Antony dan 12 Agustus 2003 sebesar Rp7,5 miliar juga di rumah Antony di kawasan Gandaria Tengah, Jakarta Selatan. "Saat itu status rumah itu belum milik saya," kata Antony menambahkan. Sementara itu, penasihat hukum Antony, Maqdir Ismail melihat kejanggalan karena ada perubahan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Antony. Awalnya, menurut Maqdir, Antony menyatakan di depan penyidik KPK bahwa penyerahan uang tahap ketiga terjadi pada 23 Juli 2003. Namun, dalam pemeriksaan selanjutnya, Antony mengubah keterangannya bahwa penyerahan tahap ketiga terjadi pada 12 Agustus 2003. Bahkan, Maqdir menegaskan, awalnya Antony mengaku hanya menyerahkan uang kepada Hamka Yandu, bukan kepada Antony dan Hamka. "Entah siapa yang menerima uang itu," katanya. Sementara itu, Rusli Simanjuntak tetap pada keterangannya. Dia bersikeras menyerahkan uang kepada Antony dan Hamka dalam lima tahap. Kasus aliran dana BI telah menjerat lima orang, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simandjuntak, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandu. Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk mencairkan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey diduga menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Sedangkan uang senilai Rp31,5 miliar diduga diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Asnar Ashari kepada sejumlah anggota DPR untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008