Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antar bank Jakarta, Selasa pagi, turun tajam mencapai angka psikologis Rp9.700 per dolar AS, karena pelaku pasar masih aktif membeli dolar AS akibat khawatir dengan gejolak krisis keuangan dunia. Nilai tukar rupiah turun menjadi Rp9.700/9.710 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.555/9.570 atau melemah 145 poin. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Selasa, mengatakan berlanjutnya kemerosotan rupiah sudah diperkirakan sebelumnya, karena pasar masih panik dengan krisis keuangan dunia yang terjadi akhir-akhir ini. Besarnya aksi beli dolar AS oleh pelaku pasar, karena mereka berusaha menyelamatkan dananya yang ditempatkan di pasar domestik, katanya. Menurut dia, "outflows" asing merupakan faktor utama yang menekan rupiah terpuruk sangat besar, bahkan rupiah diperkirakan pada akhir bulan ini akan bisa mencapai angka Rp10.000 per dolar AS. Karena itu, pasar mengharapkan aksi Bank Indonesia (BI) untuk mengantisipasi rupiah yang terus terpuruk akan dapat di atasi. BI, lanjut dia, diperkirakan akan segera menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) untuk menekan inflasi yang terus menguat dan menahan rupiah agar tidak terpuruk lebih jauh. Karena BI sebelumnya telah melakukan upaya melalui berbagai instrumennya, namun rupiah masih tetap tertekan pasar, ucapnya. Inflasi yang tinggi merupakan faktor utama bagi BI untuk segera kembali menaikkan bunga BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,5 persen, meski sejumlah analis meminta BI untuk tetap menahan suku bunganya. "Kami optimis BI akan kembali menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 25 basis poin untuk menahan tekanan pasar terhadap rupiah," katanya. Sementara itu, ekonom dari Standard Chartered Bank, Eric Sugandi mengatakan, dampak dari krisis keuangan dunia sebenarnya tidak begitu besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun pelaku pasar uang khawatir dengan pergerakan rupiah yang semakin terpuruk yang diperkirakan akan terus melemah hingga di level Rp10.000 per dolar AS, ucapnya. Ia mengatakan, net ekspor Indonesia tidak besar hanya 10 persen dari total produk domestik bruta (PDB). Jadi imbasnya tidak besar, hanya pasar saja yang panik sehingga menekan pergerakan rupiah yang terus melemah, ucapnya.
Copyright © ANTARA 2008