Jakarta (ANTARA) - Direktur PT Sampico Adhi Abattoir Doddy Wahyudi mengakui bahwa ada kesepakatan "fee" sebesar Rp3,5 miliar untuk mendapatkan kuota impor bawang putih.
"(Rp3,5 miliar) itu untuk uang muka, bukan totalnya untuk saat itu," kata Doddy dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPK panggil Komisaris PT Indocev soal suap impor bawang putih
Baca juga: KPK perpanjang penahanan Nyoman Dhamantra tersangka impor bawang putih
Baca juga: Pengusaha didakwa suap politikus PDIP Nyoman Dhamantra Rp3,5 miliar
Doddy bersama-sama dengan Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung dan seorang wiraswasta Zulfikar menjadi terdakwa dalam perkara dugaan suap kepada anggota DPR Komisi VI dari fraksi PDI-Perjuangan I Nyoman Dhamantra sebesar Rp3,5 miliar untuk mendapatkan kuota impor bawang putih.
Suap dilakukan melalui orang dekat Nyoman, Mirawati Basri.
"Saya ketemu sama Ibu Mirawati. Saya enggak ketemu Pak Nyoman," ungkap Doddy.
Dalam dakwaan disebutkan pada sekitar awal 2019, Chandry berniat untuk mengajukan kuota impor bawang putih padahal diketahui PT CSA gagal menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada PT Pertani atas wajib tanam yang telah dilaksanakan oleh PT Pertani pada 2018.
Pada Juni 2019, Doddy bertemu dengan Afung dengan Doddy mengatakan sudah memiliki jalur melalui Mirawati dan Nyoman untuk pengurusan impor bawang putih 2019 sehingga Afung setuju menjadi importir bawang putih dan meminta Doddy untuk mengurus penerbitan RIPH dari Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan sebesar 20 ribu ton untuk PT CSA.
Pada 1 Agustus 2019, Mirawati bersama dengan Dody, Zulfikar, Indiana, Ahmad Syafiq dan Elviyanto bertemu dan menyepakati "commitment fee" terkait pengurusan kuota impor bawang putih sebesar Rp3,5 miliar.
"Saya sampaikan ke Pak Afung, karena dia maunya SPI-nya terbit dulu baru dia bayar. Jadi saya sampaikan Rp2 miliar itu ditalangin Pak Zulfikar dulu. Pak Zulfikar kan yang mempertemukan saya dengan Bu Mira, jadi saya bahasanya ke Pak Afung, bilang dari Pak Zulfikar dulu," tambah Doddy.
Untuk mendapatkan uang tersebut, Afung pun meminjam kepada Zulfikar.
"Bu Mira minta uang 'success fee' terus, uang keseriusan, saya berpikir pasti Pak Afung gak bisa. Pas didesak itu, di Imperial Steam Pot itu, pas Bu Mira bahas itu Bu Mira tahu Pak Zulfikar yang nalanginnya dulu. Saya sama Pak Zulfikar sempat bicara dulu, untuk masalah kompensasi," ungkap Doddy.
Doddy mengakui ia sesungguhnya masih ragu apakah Mira dapat mengurus kuota impor bawang atau tidak.
"Kita sebetulnya masih ragu ya, ini benar tidak sih uangnya dipakai buat pengurusan itu sama mereka atau tidak. Takutnya enggak kembali. Pak Zulfikar menekankan biar 'fair' kita bikin rekening bersama kan dibilangnya untuk dana operasional dan keseriusan, jadi biar tahu pemakaiannya untuk apa," tambah Doddy.
Pada 7 Agustus 2019 Zulfikar akhirnya mentransfer sebesar Rp2,1 miliar ke rekening Doddy, lalu Doddy mentransfer Rp2 miliar ke money changer Indocev atas nama Daniar Ramadhan Putri. Doddy dan Ahmad Syafiq lalu membuat rekening bersama di Bank BCA untuk memasukkan uang Rp1,5 miliar sebagai sisa "commitment fee" untuk diserahkan setelah SPI dari Kementerian Perdagangan terbit.
"Waktu itu bu Mira sampaikan ini nanti ditransfer ke orang saya," ungkap Doddy.
Sedangkan Afung mengakui bahwa untuk impor bawang putih memang akan menggunakan jatah partai.
"Pak Doddy bilang ada jatah partai dari PDIP, aku ngomong 'oh hebat dong' tapi tentang jatah partai gak mengikuti itu," kata Afung.
Pada sidang Kamis (28/11), nama putra ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri yaitu Rizki Pratama atau yang akrab disapa Tatam sempat disebut oleh I Nyoman Dhamantra saat menjadi saksi untuk ketiga terdakwa.
"Saksi kenal dengan yang namanya Pak Tatam?" tanya jaksa KPK Takdir M Suhan.
"Kenal," jawab Nyoman.
"Beliau siapa?" tanya jaksa.
"Putranya Bu Mega," jawab Nyoman.
Namun jaksa tidak mendalami lebih lanjut mengenai keterkaitan antara anak Megawati tersebut dalam kasus ini.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019