Wacana tiga hari sekolah per minggu dilontarkan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi.
"Kemendikbud hendaknya menindaklanjuti hasil PISA 2018 ini, karena kemampuan anak-anak kita masih di bawah rata-rata Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)," ujar Indra di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Laporan PISA katakan siswa perempuan Indonesia raih skor lebih tinggi
Membangun sumber daya manusia, lanjut dia, membutuhkan keseriusan dibandingkan wacana yang diusulkan oleh Kak Seto tersebut. Dia menjelaskan bahwa pembenahan pendidikan bukan hanya kuantitas atau jam belajar melainkan juga kualitas pembelajaran, sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing.
"Memotong jam belajar tidak secara otomatis membuat anak-anak kita memiliki daya saing tinggi," kata dia.
Indra meminta agar Kemendikbud fokus pada pembenahan kualitas pembelajaran, yang harus dilakukan secara holistik. Tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoema mengatakan konsep tiga hari belajar tidak cocok diterapkan pada saat ini. Doni menambahkan jika anak hanya sekolah selama tiga hari, maka apa kegiatan anak dua hari lainnya.
"Pembenahan pendidikan bukan dengan mengurangi waktu sekolah, dari lima hari menjadi tiga hari," kata Doni.
Sebelumnya, Kak Seto mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim agar waktu sekolah dipersingkat dari lima hari menjadi tiga hari. Kak Seto mencontohkan "homeschooling" miliknya, yang hanya belajar selama tiga hari. Pemotongan jam belajar disinyalir akan meningkatkan prestasi akademik dan nonakademik anak.
Baca juga: Pemerhati: Mendikbud baru, digitalisasi pendidikan makin baik
Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019