Sydney (ANTARA) - Pemerintah Australia pada Kamis mengadakan penyelidikan mengenai potensi campur tangan politik asing melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter dan WeChat.
Tinjauan tersebut muncul di tengah kekhawatiran Australia yang meningkat bahwa China berusaha untuk ikut campur dalam urusan Canberra, dan setelah analis intelijen AS menemukan Rusia telah menggunakan media sosial untuk mencoba dan mempengaruhi hasil pemilihan presiden AS 2016.
Komite terpilih Senat parlemen bipartisan dibentuk setelah pemerintah koalisi yang berkuasa mendukung proposal Partai Buruh sebaga pihak oposisi.
"Munculnya 'berita palsu' dan kampanye informasi yang salah menghadirkan bahaya yang sangat nyata dan hadir bagi demokrasi tidak hanya di Australia, tetapi juga di seluruh dunia," kata anggota parlemen dari Partai Buruh Penny Wong.
"Kita harus melindungi demokrasi kita dari aktor asing yang jahat."
Investigasi perlu melaporkan temuannya pada Mei 2022, sekitar waktu Australia akan mengadakan pemilihan umum berikutnya.
Tidak ada ancaman nasional spesifik yang disebutkan, tetapi aktivitas yang dicurigai telah dilakukan oleh China telah mendapat sorotan yang meningkat di Australia dalam beberapa tahun terakhir.
China membantah berusaha mempengaruhi Australia, menuduh pemerintah mengadopsi "mentalitas Perang Dingin".
Mengutip China secara langsung, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull pada tahun 2017 memperkenalkan undang-undang baru yang mengharuskan pelobi yang bekerja di negara asing untuk mendaftar.
Undang-undang itu memburukkan hubungan bilateral dengan China, yang merupakan mitra dagang terbesar Australia.
Pada bulan September, Reuters melaporkan intelijen Australia menetapkan China bertanggung jawab atas serangan dunia maya terhadap parlemen nasionalnya dan tiga partai politik terbesarnya. China membantah bertanggung jawab dan pemerintah Australia tidak berkomentar.
Bulan lalu, agen mata-mata domestik Australia mengatakan sedang menyelidiki apakah China mencoba memasang agen di parlemen federal dalam apa yang disebut Perdana Menteri Scott Morrison sebagai tuduhan "sangat mengganggu" yang disiarkan di media Australia.
Di tengah serentetan serangan dunia maya terhadap universitas-universitasnya, Australia bulan lalu juga mewajibkan fasilitas pendidikan tinggi untuk mengumumkan transaksi keuangan dengan universitas asing.
Sumber: Reuters
Baca juga: Australia minta kejelasan kasus penahanan penulis di China
Baca juga: Saham Australia turun tajam di tengah ketidakpastian perdagangan baru
Penerjemah: Maria D Andriana
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019