Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan terkait lamanya proses penyidikan tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang memakan waktu hingga hampir tiga tahun.
"Kenapa butuh waktu yang lama? Karena penanganan ini punya karakteristik yang khusus. Untuk kasus Garuda ini kami bekerja sama dengan sejumlah otoritas di beberapa negara," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK rampungkan penyidikan dua tersangka kasus suap Garuda Indonesia
KPK membutuhkan waktu selama 2 tahun dan 11 bulan untuk menangani kasus tersebut, terhitung sejak penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 16 Januari 2017.
Febri mengatakan dalam kasus tersebut ditemukan aliran dana yang tersebar di puluhan rekening yang berada di lintas negara. Kerja sama antarnegara tersebut, kata dia, cukup memakan waktu sehingga berimbas pada lamanya proses penyidikan.
Baca juga: KPK panggil tersangka kasus suap Garuda Indonesia
"Selain itu proyeknya juga berkembang, dokumen-dokumennya juga menjadi jauh lebih banyak," kata Febri.
Menurut dia, rumitnya proses pengungkapan kasus suap Garuda Indonesia berdampak terhadap lamanya waktu penyidikan yang memakan waktu hingga lebih dari dua tahun.
Baca juga: KPK identifikasi suap kasus Garuda Indonesia mencapai Rp100 miliar
Meskipun demikian, KPK berhasil mengungkap kasus tersebut dan menyeret dua tersangka yakni Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS) ke meja hijau.
Febri kemudian menyinggung mengenai pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, yang menyatakan bahwa KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
Baca juga: KPK pastikan penyidikan kasus suap Garuda Indonesia tetap berjalan
Menurut dia, apabila penyidikan sebuah perkara korupsi dibatasi dalam waktu dua tahun, maka besar kemungkinan kasus tersebut tidak dapat terbongkar.
"Kalau penyidikan sebuah perkara tindak pidana korupsi itu dibatasi dalam waktu dua tahun, maka ada risiko kasus-kasus besar, kasus-kasus lintas negara, dan juga kasus-kasus korupsi yang rumit tidak akan bisa dibongkar. jadi jangan sampai ada kekeliruan pemahaman kalau dua tahun maka harus dihentikan," kata dia.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019