Revisi undang-undang tentang nuklir akan menambahkan beberapa faktor perihal keamanan mengingat perkembangan zaman karena permasalahan tersebut kini menjadi salah satu prioritas negara-negara di dunia
Jakarta (ANTARA) - Revisi undang-undang tentang ketenaganukliran perlu dilakukan karena harus mengikuti perkembangan zaman dan ada beberapa isu yang belum diatur dalam Undang-Undang tentang Ketenaganukliran, kata Kepala Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Eko Madi Parmanto.
"Revisi UU diperlukan karena salah satunya untuk mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga sering kali kita mendasarkannya kepada apakah masih ada kekosongan hukum yang belum diatur dalam undang-undang yang sekarang berlaku," katanya di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan permasalahan nuklir di Indonesia selama ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran, yang di dalamnya juga mengatur tentang BATAN dan lembaga pengawas Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Revisi undang-undang tentang nuklir, kata dia, akan menambahkan beberapa faktor perihal keamanan mengingat perkembangan zaman karena permasalahan tersebut kini menjadi salah satu prioritas negara-negara di dunia.
Dikemukakannya bahwa permasalahan perebutan bahan nuklir dan persenjataan nuklir sendiri menjadi kekhawatiran beberapa negara di dunia, seiring dengan adanya kemungkinan akan terjadi perang.
Karena itu, kata dia, perlu adanya pasal-pasal tambahan yang akan mengatur mengenai keamanan dan pengamanan nuklir dalam revisi undang-undang tersebut.
Sejauh ini revisi UU tentang Ketenaganukliran sudah sampai ke Kementerian Hukum dan HAM dalam tahap harmonisasi.
Selain itu, permasalahan impor bahan nuklir dan pihak lain yang akan membawa bahan nuklir melintasi zona Indonesia juga menjadi perhatian dalam revisi UU tersebut.
"Nanti juga akan ada penegakan hukum terkait nuklir karena sekarang masih ditangani oleh kepolisian padahal mungkin kompetensi mereka bukan di bidang nuklir. Maka perlu ada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang misalnya ada pelanggaran hukum bisa menindak atau berfungsi sebagai penegakan hukum," demikian Eko Madi Parmanto.
Baca juga: Menristek ingin Batan dan Bapeten bumikan nuklir di Indonesia
Baca juga: BATAN satu-satunya pusat kolaborasi teknologi nuklir dunia
Baca juga: Reaktor nuklir pertama Indonesia masih beroperasi baik di usia 54 tahun
Baca juga: Bapeten terbitkan 1.035 izin penggunaan teknologi nuklir di Jateng
Baca juga: Menristek: PLTN Amanah UU
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019