Palu (ANTARA) - Ratusan penyintas korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi 2018 di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala (Pasigala) mewakili belasan ribu penyintas perempuan bersama puluhan relawan lokal mendeklarasikan tuntutan kepada pemerintah daerah dan pusat untuk memenuhi hak-hak perempuan penyintas yang diinisiasi Solidaritas Perempuan Kota Palu.

Mengingat perempuan korban bencana yang sebagian besar kini tinggal di hunian sementara (huntara) merupakan kaum yang belum mendapatkan hak sepenuhnya dan perlakuan layak oleh pemerintah, mulai masa tanggap darurat hingga sekarang sehingga deklarasi yang dilakukan di aula Kantor Inspektorat Sulteng, Kota Palu, Selasa petang itu dilakukan.

"Banyak perempuan penyintas menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tidak sedikit anak-anak perempuan penyintas yang menikah di usia dini karena kemiskinan akibat bencana,"kata Ketua Solidaritas Perempuan Palu, Ruwaida dalam kegiatan deklarasi tersebut.

Dia mengatakan banyak perempuan penyintas yang terjerat dalam bujuk rayu calo untuk menjadi pekerja migran di luar negeri di tengah perlindungan negara yang lemah karena sumber ekonominya hilang akibat bencana, yang sangat berpotensi dieksploitasi dan meniadi korban kejahatan perdagangan manusia.

"Sementara yang menjadi hak dasar perempuan sebagai korban bencana tidak juga terealisasi. Hingga deklarasi ini disampaikan, banyak perempuan penyintas tidak mendapatkan akses hunian layak dan aman dengan fasilitas yang memadai untuk hidup secara bermartabat," katanya.

Pemulihan ekonomi dan sumber kehidupan perempuan, sambungnya juga hanya dilaksanakan melalui progam-program yang seringkali salah sasaran dan tidak menyelesaikan persoalan kemiskinan perempuan pascabencana setahun silam.

Persoalan lainnya adalah minimnya keterlibatan perempuan, sehingga penanggulangan bencana, termasuk di dalamnya program pembangunan pascabencana tidak didasari pada kebutuhan, kerentanan, kepentingan, kapasitas dan strategi penyesuaian diri perempuan yang berbeda dengan kaum pria.

Baca juga: YEU bangun 50 unit hunian inklusif untuk warga penyintas gempa
Baca juga: Jadup 13,894 penyintas korban bencana Palu dan Sigi segera disalurkan

"Kami menegaskan kepada pemerintah untuk, satu mengakui perempuan sebagai subjek di dalam setiap tahapan penanganan pasca bencana Sulawesi Tengah," ucapnya.

Kemudian, poin ke dua dalam deklarasi tersebut, ia menyatakan perempuan adalah warga negara yang dijamin haknya oleh konstitusi dan peraturan hukum untuk terlibat aktif secara bermakna dalam seluruh proses pengambilan keputusan dalam pembangunan dan pemulihan pascabencana, termasuk penentuan pemanfaatan ruang hidupnya.

"Tiga membuka dan menyediakan informasi dan data terpilah gender terkait kebencanaan serta melakukan peningkatan kapasitas kebencanaan kepada perempuan penyintas secara menyeluruh dan berkelanjutan,"sebutnya.

Salah satu penyintas perempuan dari Desa Lero, Kecamatan Sindue, Donggala, Faizah yang ikut membacakan deklarasi tersebut mengatakan poin empat dalam tuntutan mereka yakni meminta pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi dan sumber-sumber kehidupan perempuan harus dilakukan secara mendasar dengan menjamin akses, kontrol, partisipasi dan manfaat bagi perempuan untuk mengatasi persoalan kemiskinan struktural

Baca juga: 5.005 KK penyintas bencana Donggala terancam tak dapat bantuan jadup
Baca juga: Wapres JK pertanyakan perkembangan huntap penyintas bencana Kota Palu

"Lima membangun program yang berbasis dan berorientasi pada kepentingan, pengetahuan, pengalaman dan kearifan lokal perempuan penyintas bencana untuk mendukung kemampuan bertahan perempuan untuk bangkit dan pulih," katanya.

Ke enam, lanjutnya, memastikan pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak dan aman bagi perempuan dengan mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan sumber sumber ekonomi perempuan yang berkeIanjutan. termasuk memperhatikan akses terhadap ruang hidup dan wilayah kelola masyarakat penyintas.

Tujuh, menjamin perlindungan perempuan dari kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan secara berkeadilan dengan memperhatikan kepentingan perempuan korban kekerasan maupun perempuan penyintas.

"Delapan, memastikan anggaran kebencanaan memiliki perspektif gender dengan memperhatikan kepentingan khusus perempuan, baik dari pemulihan ekonomi, sosial. kapasitas perempuan dan pengambilan keputusan, kesehatan, penanganan kekerasan terhadap perempuan. dan kebutuhan khusus lainnya bagi perempuan," katanya.

Baca juga: Ratusan KK penyintas bencana Palu masih hidup di tenda pengungsian
Baca juga: Ratusan perempuan penyintas korban bencana Sulteng diberi modal usaha

Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019