Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar memelopori transparansi pendapatannya sebagai pejabat negara kepada publik dan berharap hal itu juga diikuti pejabat negara lainnya.
"Gaji saya sebulan Rp62 juta," kata Antasari saat berbicara dalam Agenda 23 Opini Dari Slipi yang bertema "Pemberantasan Korupsi: Penegakan Hukum atau Pencitraan" di Media Lounge DPP Golkar Slipi Jakarta Barat, Senin.
Diskusi yang dibuka Sekjen DPP Golkar Soemarsono menghadirkan pula Menteri Hukum/HAM Andi Matalatta, Saor Hutabarat (Save Our Nation Metrotv), mantan Ketua KPK Taufikurrahman Ruki dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Marwan Effendy.
Antasari menyatakan, tidak akan mengelak ketika ada pihak yang menanyakan pendapatan yang diterimanya sebagai pejabat negara. Pertanyaan mengenai besarnya gaji sebagai Ketua KPK juga muncul dalam diskusi ini.
Antasari mengakui, bila dibandingkan dengan pejabat negara lainnya, seperti Anggota DPR/DPD atau menteri, gaji yang diterimanya lebih besar. Namun gaji yang lebih besar itu tidak diikuti dengan fasilitas kendaraan dinas, rumah dinas dan fasilitas lainnya dari negara.
Gaji yang besar juga diterima pimpinan KPK lainnya serta karyawan dan staf KPK. Tetapi mereka juga tidak mendapat fasilitas negara.
Ketentuan yang diberlakukan tersendiri juga diterima seluruh pimpinan dan karyawan atau staf KPK terkait pajak. Pajak pendapatan untuk pimpinan dan seluruh karyawan atau staf KPK diberlakukan secara progresif.
"Dengan gaji Rp62 juta koma tanpa fasilitas dari negara, pimpinan KPK dikenakan pajak progresif sebesar 35 persen," kata Antasari dalam diskusi yang dipandu Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin.
Artinya, kata Antasari, dengan pajak progresif, maka pendapatannya sekitar Rp50 juta. Pendapatan sebesar itu relatif sama dengan pejabat negara atau pejabat publik lainnya.
"Pimpinan KPK adalah satu-satunya pejabat negara yang membayar pajak progresif," katanya.
Antasari mengemukakan, transparansi perlu ditunjukkan oleh pejabat publik sebagai salah satu komitmen untuk memberantas korupsi.
Korupsi keuangan juga meliputi suap dan gratifikasi. Namun diakuinya, pengawasan internal di berbagai instansi pemerintah masih sangat memprihatinkan.
Karena itu, Antasari kembali mengusulkan agar satuan pengawas anggaran di seluruh departemen dan instansi pemerintah lebih difungsikan sebagaimana mestinya. Institusi pengawasan penggunaan anggaran seperti inspektorat jenderal (Itjen) sebaiknya dipisahkan dari struktur departemen atau instansi pemerintah.
KPK sudah mengusulkan hal itu kepada pemerintah. Keputusannya ada di tangan presiden apakah menyetujui hal itu atau tidak.
KPK menilai, pengawasan internal tidak efektif untuk menekan penyimpangan penggunaan anggaran. Padahal potensi kerawanan penyimpangan sangat besar. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009