Oleh Sumarwoto
Cilacap (ANTARA News) - Suasana Idul Fitri 1429 Hijriyah di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu, Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tampak dipenuhi puluhan wartawan, sehingga tampak berbeda dibanding tahun-tahun ebelumnya
Puluhan wartawan media cetak dan elektronik yang hendak meliput perayaan Lebaran di LP Batu, harus mengenakan kartu pengenal yang telah disediakan dan melalui serangkaian pemeriksaan oleh polisi maupun petugas LP sesaat sebelum menyeberang ke Pulau Nusakambangan.
Bahkan, satu regu polisi bersenjata lengkap tampak berjaga di sekitar LP Batu selama pelaksanaan Salat Id yang digelar di lapangan dalam LP pada Rabu (1/10) pagi.
Sementara itu di lapangan dalam LP Batu, para narapidana dan petugas LP telah berkumpul untuk menanti pelaksanaan Salat Id.
Demikian pula dengan tiga terpidana mati kasus Bom Bali I, Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra yang tampak berada barisan paling depan, secara berurutan di belakang sebelah kiri imam salat Id, H. Hasan A. Makarim dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cilacap.
Mereka tampak berjajar dari sebelah kanan yakni Imam Samudra yang mengenakan jubah berwarna putih, sedangkan Mukhlas yang berjubah biru tua dan Amrozi yang berjubah biru muda berselang dua jemaah yang berada di sebelah kiri Imam Samudra.
Imam sekaligus katib, Hasan A. Makarim dalam kotbahnya mengajak para jemaah merenungi makna Idulfitri setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan selama satu bulan.
Menurut dia, berbagai ujian yang sangat berat harus dihadapi selama menjalankan ibadah di bulan Ramadan.
"Hal itu merupakan wujud ketakwaan kita kepada Allah," katanya.
Selain itu, dia mengajak seluruh jemaah untuk saling mengasihi dan menyayangi sesama umat manusia.
Terkait dengan masalah kehidupan, dia mengatakan, hidup yang dijalani bukan untuk bersenang-senang saja, melainkan untuk bekerja keras demi kehidupan hakiki di akhirat.
"Marilah kita memohon ampun kepada Allah SWT atas segala yang pernah kita perbuat," katanya.
Saat pembacaan remisi bagi para narapidana penghuni LP Batu, seusai salat dan khotbah, Imam Samudra tampak berpindah tempat duduk ke deretan paling kiri bergabung dengan jemaah lainnya.
Demikian pula dengan Amrozi yang bergeser mendekati Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah, Bambang Margono, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Depkumham, Bambang Winahyo, dan Kepala LP Batu, Sudijanto.
Amrozi tampak ceria dan bercanda dengan para pejabat tersebut. Bahkan, dia juga sempat berpelukan dengan mereka.
Kondisi keceriaan Amrozi dan kawan-kawan selama di dalam LP Batu, sama persis dengan yang sering disampaikan ustad H. Hasan A. Makarim kepada wartawan setiap kali usai menjadi imam Salat Jumat di Masjid At-Taubah LP Batu.
Menurut H. Hasan A. Makarim, mereka tampak ceria, sehat, dan tidak tampak kecemasan dalam menghadapi rencana eksekusi.
"Bahkan, Imam Samudra sempat bertanya dimana saya mengisi khotbah Idulfitri 1429 H. Pak Ustadz, akan memberi khotbah Idul Fitri di mana?," ungkapnya.
Menurut dia, begitu surat permohonan dari Kepala LP Batu untuk mengisi khotbah Idulfitri, Imam Samudra langsung berkata "Insya Allah ketemu lagi".
Menurut Hasan A. Makarim, pernyataan Imam Samudra tersebut kemungkinan karena sejak dulu belum ada kepastian eksekusi.
"Meski demikian, mereka siap menjalani eksekusi karena itu yang mereka tunggu sejak dulu. Bahkan, ketika saya bilang jika di luaran ramai membicarakan rencana eksekusi mati setelah Lebaran, mereka malah mengatakan, biarkan saja," katanya.
Komentar Amrozi
Sementara itu, seusai Salat Id, Amrozi enggan berkomentar soal eksekusi. "Jika tanya eksekusi,
tak> (bakal aku) bom lagi nanti," katanya bercanda kepada wartawan.
Menurut dia, jika tidak jadi dieksekusi dirinya akan menikah lagi. "Jika Allah memberikan umur panjang, saya ingin kawin lagi karena dalam Islam `kan` boleh punya istri empat orang," katanya.
Disinggung mengenai calon istri ketiganya karena dia telah memiliki dua istri, yakni Rachmawati dan Khoriyana, Amrozi justru menunjuk Ustaz H. Hasan A. Makarim.
Menurut dia, Ustaz Hasan A. Makarim mengetahuinya. "Ustad ini yang tahu," kata dia menegaskan.
Sementara mengenai rencana eksekusi, Amrozi mengaku tidak pernah memikirkannya. Bahkan, dia justru balik bertanya kepada wartawan, apakah wartawan siap mati.
"Soal eksekusi, berfikir pun saya tidak pernah. Saya sekarang tanya, apakah Anda siap mati," katanya.
Menurut dia, masalah kematian hanya Allah yang mengetahuinya dan kalau memang ada eksekusi, para eksekutornya akan dilaknat Allah.
Dia merasa yakin jika dirinya dieksekusi, pasti akan ada yang membalasnya. Namun dia tidak mengatakan siapa yang akan membalas.
"Tidak usah saya katakan siapa yang membalasnya," katanya.
Bahkan, Mukhlas alias Ali Gufron mengatakan, eksekusi merupakan tindakan kriminal sehingga semua pihak yang terlibat akan dilaknat Allah.
"Para eksekutor merupakan tentara taghut (setan) sehingga jika eksekusi dilaksanakan akan dilaknat Allah," kata dia dengan meneriakkan takbir yang diikuti sejumlah narapidana penghuni LP Batu.
Saat ditanya pesan-pesan terakhir sebelum menghadapi eksekusi, dia mengatakan, tidak ada yang terakhir.
"Yang tahu akan dieksekusi hanya Allah, dan saya yakin orang-orang yang akan mengeksekusi saya akan dieksekusi Allah terlebih dahulu," kata dia menegaskan.
Meski demikian, Mukhlas juga menyampaikan ucapan selamat Idulfitri 1 Syawal 1429 H dengan harapan semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah.
Dia berpesan kepada para mujahid untuk bergembira karena atas seizin Allah, Islam akan menang yang terbukti dengan beberapa kasus seperti di Irak dan Afganistan.
Namun, dalam kesempatan itu sempat diwarnai insiden kecil karena Mukhlas terlihat marah kepada seorang wartawan asing tanpa diketahui penyebabnya dengan jelas.
Bahkan, Mukhlas sempat menunjuk muka wartawan itu dengan tangannya dan menilainya sebagai seorang kafir.
Insiden tersebut akhirnya dilerai petugas LP Batu dengan membawa Mukhlas ke dalam selnya.
Keyakinan Imam Samudra
Terkait rencana eksekusi setelah Lebaran, Imam Samudra yakin jika hal itu tidak bakal dilakukan terhadap dia bersama dua rekannya, Amrozi dan Mukhlas.
Bahkan, dia menilai kejaksaan terlalu takut untuk mengeksekusi mereka bertiga.
Imam mengaku tidak terlalu memikirkan rencana eksekusi mati tersebut karena masalah kematian merupakan urusan Allah sehingga dirinya pun siap lahir batin jika eksekusi tersebut jadi dilaksanakan.
Namun jika eksekusi mati tersebut dilaksanakan, kata dia, pasti akan ada yang membalasnya.
"Jika ada yang bunuh kami, Insya Allah akan ada pembalasan," katanya.
Dia mengaku tidak rela jika harus menjalani eksekusi dengan cara ditembak seperti yang biasa dilakukan di negara-negara kafir. "Kami tidak pernah ridho dengan tata cara hukum Belanda," kata dia menegaskan.
Dia mengatakan, tidak peduli dengan konstitusi sehingga memilih berpindah tempat duduk saat pembacaan remisi bagi para narapidana penghuni LP Batu.
Mengenai pesan bagi keluarga, Imam meminta keluarganya agar terus bersabar karena eksekusi tersebut tidak akan dilaksanakan.
"Pesannya sabar saja, wong tidak akan pernah dieksekusi kok," katanya.
Disinggung mengenai kasus Bom Bali I yang menewaskan 202 orang pada tanggal 12 Oktober 2002 itu, dia mengaku tidak menyesal. Bahkan, bangga terhadap aksi tersebut.
Meski demikian, dia meminta maaf kepada umat Islam yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
"Saya tidak akan minta maaf kepada kafir, saya hanya minta maaf kepada korban muslim," katanya.
Ia mengatakan, Australia merupakan musuh nomor satu kelompoknya, sehingga mereka pun enggan meminta maaf kepada korban dari negeri itu.
Menurut dia, permintaan maaf akan diberikan, jika Australia dan sekutunya mengakhiri peperangan dengan Mujahidin dan Taliban.
Mengenai rencana pengeboman di Legian, Bali, Imam mengakui sebagai hasil karyanya meski tidak terlalu yakin dengan kekuatan bom tersebut.
"Saya yakin itu aksi kami, tapi kalau hasilnya seperti itu, Wallahu`alam," katanya.
Dia mengaku hanya menggunakan dua ton karbit untuk pengemboman tersebut tetapi ternyata hasilnya setara dengan menggunakan 100 ton TNT.
Eksekusi
Jaksa Agung, Hendarman Supandji, sebelumnya sempat menyatakan eksekusi Amrozi dkk akan dilaksanakan sebelum umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, pada 1 September 2008.
Namun, keputusan tersebut direvisi dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) AH Ritonga yang menyebutkan eksekusi akan dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri, Oktober 2008.
Menurut dia, penundaan eksekusi tersebut dilakukan hingga memperoleh waktu yang tepat dan telah dilaporkan kepada Jaksa Agung pada Senin (25/8).
"Pernyataan Jaksa Agung tidak definitif, hanya harapan sebelum masuk bulan puasa. Ternyata, dengan pengkajian-pengkajian yang dilakukan, waktunya tidak tepat," kata dia di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (27/8).
Sementara itu, Kepala Kanwil Depkumham Jateng, Bambang Margono, seusai Salat Id di LP Batu, mengatakan, Amrozi dkk akan tetap ditempatkan di dalam sel khusus yang mereka huni hingga ada perintah eksekusi dari Kejaksaan. (*)Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008
karakter & tingkah laku. Katakanlah beberapa anak berwatak keras atau kita sebut saja extrem atau radikal, dst. ketika si anak bertengkar dengan anak tetangga yg lain apakah hal itu akan berlanjut kisruh sampai kepada orang tua mereka ?
Setahu saya orang tua y
benarkah dalam islam itu membunuh boleh...?
@roy
hebat sekali anda tau musuh Tuhan, pernah ketemu dimana sama Tuhan... salam ya.....
:)
tidak usah susah jika engkau dibenci banyak orang..
yang perlu kau waspadai adalah jika kau dijauhi orang-orang shalih.. sebab itu adalah tanda keburukan dirimu