New York, (ANTARA News) - Negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak mempersoalkan Indonesia yang hingga kini belum meratifikasi Piagam ASEAN, kendati delapan anggota lain sudah melakukannya. "Sama sekali tidak (ada yang mempersoalkan, red). Selain kita belum melampaui batas waktu, mereka juga tahu bahwa Indonesia saat ini sedang dalam proses konsultasi dengan parlemen guna melakukan ratifikasi," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di New York, Selasa, ketika menjawab pertanyaan ANTARA soal hasil pertemuan para menteri ASEAN sehari sebelumnya. Para menteri luar negeri ASEAN pada Senin (29/9) melakukan pertemuan tertutup di Markas Besar PBB, New York. Pertemuan tersebut dilakukan usai berlangsungnya rangkaian sidang ke-63 Majelis Umum PBB pada 23-29 September yang juga dihadiri oleh para kepala negara/pemerintahan anggota-anggota PBB. Indonesia dan Filipina adalah dua negara terakhir yang hingga kini belum meratifikasi Piagam ASEAN. Piagam ASEAN diharapkan telah diratifikasi oleh 10 negara ASEAN sebelum berlangsung KTT ASEAN ke-14 di Bangkok, Thailand, Desember mendatang. Sementara itu di kesempatan yang berbeda, Menlu Hassan menyambut baik pernyataan Ketua Pansus DPR untuk Ratifikasi Piagam ASEAN, Marzuki Darusman, yang menargetkan ratifikasi bisa dilakukan dalam waktu satu bulan ini. "Kami menyambut baik kalau Ketua Pansus punya pandangan yang optimistis," kata Hassan usai memberikan keterangan pers di PTRI, New York, akhir pekan lalu. Pemerintah, yang diwakili oleh Menlu, Mendag dan Menhukkam, telah mengadakan dua kali pertemuan dengan Pansus DPRI untuk Ratifikasi Piagam ASEAN. Beberapa hari sebelumnya di New York, Ketua Pansus Marzuki Darusman menyatakan bahwa pihaknya menargetkan waktu paling lama satu bulan sebelum akhirnya Piagam ASEAN diratifikasi. Saat ini, ungkap Marzuki, setidaknya ada lima poin yang masih menjadi pertanyaan DPR menyangkut Piagam. Yang pertama, kalangan di DPR ingin Badan HAM tidak hanya menekankan kepada pemajuan dan pendidikan HAM semata, tetapi juga menekankan kepada perlindungan yang efektif. "Manakala terjadi pelanggaran HAM yang tidak diselesaikan oleh negara yang bersangkutan, bisa terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Itu diperlukan intervensi dari negara-negara ASEAN lainnya untuk meluruskan. Itu namanya perlindungan," kata Marzuki kepada ANTARA dan Suara Pembaruan. Poin kedua, DPR ingin Piagam juga memungkinkan negara-negara ASEAN mengambil keputusan dengan pemungutan suara, tidak dengan cara `musyawarah untuk mufakat` dengan alasan cara tersebut terlalu bertele-tele. "Untuk bisa maju, ASEAN harus bisa melakukan keputusan, yang kalau suah disetujui oleh mayoritas negara-negara ASEAN, jangan sampai itu dihambat oleh satu atau dua negara yagn tidak setuju. Itu yang selama ini terjadi," ujar Marzuki. Poin ketiga yang ia sebutkan adalah perlunya kejelasan soal pentaatan jika ada pelanggaran HAM dan pelanggaran lainya oleh negara-negara anggota ASEAN. "Apakah negara yang bersangkutan akan diskors, (keanggotaannya, red) dibekukan, atau dikeluarkan. Sampai sekarang, tidak ada syarat-syarat itu," katanya. Poin ke empat, kendati Piagam memungkinkan adanya perubahan setelah lima tahun, DPR menganggap harus ada perubahan-perubahan yang dilakukan lebih cepat --kurang dari lima tahun. "Misalnya, Badan HAM bagaimana posisinya: apakah ia bertanggung jawab kepada menteri, kepala pemerintahan, atau siapa," tutur Marzuki. Poin kelima, DPR menginginkan adanya pembagian beban pembangunan sosial ekonomi oleh negara-negara di ASEAN untuk membantu negara-negara lainnya. "Misalnya negara maju di ASEAN seperti Singapura dan Malaysia, bagaimana mereka bisa membagi kemampuan ekonomi untuk turut memajukan negara-negara ASEAN lainnya sehingga tidak tergantung dari bantuan besar-besaran dari China, atau tekanan dari negara-negara Barat yang mensyaratkan bantuan dengan perubahan-perubahan ekonomi yang liberal," kata Marzuki mengingkatkan. Pertemuan Menteri ASEAN Sementara itu, soal pertemuan para menteri luar negeri ASEAN yang berlangsung Senin, Menlu Hassan Wirajuda mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut membahas setidaknya tiga topik, yaitu tindak lanjut persiapan pemberlakuan Piagam ASEAN serta poin-poin yang menjadi pembahasan dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Para Menlu ASEAN pada hari yang sama juga mengadakan pertemuan terpisah dengan Sekjen Ban Ki-moon dengan pembahasan utama adalah upaya meningkatkan hubungan ASEAN dan PBB. Ketahanan pangan serta pengelolaan situasi pasca bencana merupakan dua topik yang dianggap potensial untuk dimajukan dalam kerangka kerjasama ASEAN-PBB. "Soal `food security`, ini potensi kerja sama yang baik, situasi di ASEAN bisa jadi `success story`. ASEAN bisa jadi gudang beras yang bisa memberikan `supply` tidak hanya untuk Asia, tapi juga dunia," kata Hassan. Di bidang pengelolaan situasi pasca bencana, Menlu mengambil contoh sukses kerja sama ASEAN dan PBB saat menangani kondisi pasca bencana Topan Nargis di Myanmar. "Ini penanganan yang unik, yaitu melalui kerjasama ASEAN dan PBB. Nantinya, PBB juga jika ingin memberikan bantuan, bisa langsung bekerja sama dengan organisasi kawasan," kata Hassan. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008