Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya tidak bisa memberikan komentar terkait adanya usulan mengenai amendemen UUD 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Itu urusan politik, urusan MPR, itu bukan urusan menteri. Tidak boleh menteri bicara 3 periode atau 2 periode. Itu kan keputusan MPR dan partai politik," ujar Mahfud di Jakarta, Senin.
Usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode muncul setelah adanya rekomendasi MPR periode 2014-2019 mengamandemen UUD 1945. Namun awalnya rekomendasi tersebut hanya sebatas soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Wakil Ketua MPR RI dari fraksi PPP Arsul Sani mengungkapkan perihal usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode tersebut datang dari anggota DPR Fraksi NasDem, salah satu partai pendukung Presiden Joko Widodo.
Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany mengatakan, partainya mengusulkan masa jabatan presiden selama tujuh tahun, tetapi dibatasi hanya untuk satu periode.
Mahfud mengatakan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan baru akan terlibat apabila usulan tersebut berdampak terhadap stabilitas negara.
"Kalau stabilitasnya kita jaga. Kalau mau bersidang nanti ya kita jaga stabilitasnya. Tapi kalau substansinya tidak boleh kita (berkomentar)," kata Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu.
Sebelumnya Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden terkait amendemen UUD 1945. Artinya, amendemen UUD 1945 tidak hanya sebatas menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Baca juga: Fadli: Usulan tiga periode jabatan Presiden sangat berbahaya
Baca juga: Ahli sebut wacana penambahan masa jabatan presiden tak mendasar
Baca juga: Wacana ubah masa jabatan presiden ancam demokrasi RI
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019