Jakarta (ANTARA News) - Menyusul hasil sidang itsbat, pemerintah menetapkan Idul Fitri 1429 Hijriyah jatuh pada Rabu, 1 Oktober 2008. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 28 Tahun 2008 tertanggal 29 September 2008 tentang Penetapan 1 Syawal 1429 H. "Dengan penetapan ini kita harapkan satu sama lain saling menghargai," kata Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni yang memimpin sidang di Operation Room Departemen Agama, Senin (29/9) malam. Sidang tersebut menyusul rukyatul hilal atau pengamatan bulan baru yang disiarkan secara langsung dari enam lokasi di tanah air. Rukyat dilakukan di Nanggroe Aceh Darussalam, Observatorium Bosscha Bandung, Masjid Agung Semarang, Tanjung Kodok (Jawa Timur), Makassar, dan Kupang. Menanggapi permintaan ormas Islam agar disepakati kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal, dan Idul Adha, agar tidak terjadi lagi perbedaan di Indonesia dalam menetapkan hari-hari tersebut, Menteri Agama setuju agar pada tahun mendatang diharapkan tercapai kaidah yang sama. "Kita bertekad mengadakan panitia permanen sebelum 2011, tercapai kaidah yang sama sehingga tidak terjadi perbedaan yang menghantui kita," kata Maftuh pada sidang yang dihadiri Menteri Komunikasi dan Informasi Muhammad Nuh, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma`ruf Amien, wakil ormas Islam, para duta besar, dan perwakilan negara-negara Islam. Sebelumnya, Ketua Badan Hisab dan Rukyat yang juga Direktur Urusan Agama Islam Depag, Muchtar Iljas, yang menyampaikan hasil pengamatan bulan baru menyatakan, dari hasil pemantauan di 25 lokasi dari Banda Aceh hingga Jayapura, semua melaporkan tidak melihat hilal. Dengan demikian bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari dan 1 syawal jatuh pada Rabu, 1 Oktober 2008. Dengan demikian, terjadi kesamaan dengan penetapan PP Muhammadiyah yang dengan maklumatnya telah menetapkan tanggal 1 Syawal jatuh pada Rabu paing, 1 Oktober 2008. Demikian pula dengan almanak PBNU berdasarkan hisab menetapkan tanggal yang sama. Menteri Komunikasi dan Teknologi Muhammad Nuh mengatakan, melihat hasil pemantauan yang dilakukan secara teknologis, posisi hilal tidak terlihat. Dengan demikian tinggal ditetapkan oleh sidang itsbat. Menurut dia ada tiga hal yang penting dalam pengamatan hilal, yaitu orang yang bisa membedakan antara hilal dengan benda lain. Yang kedua peralatan canggih, dan ketiga cuaca. "Yang penting yang pertama, kita akan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi," ujarnya. Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar mengatakan, dengan kehadiran sains dan teknologi dalam pengamatan hilal, maka semakin membantu dalam beribadah sesuai syariat Islam. Ia juga memuji umat Islam Indonesia dalam mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai kegiatan, sehingga mengesankan bulan suci ini lebih semarak dibandingkan dengan di negara lain. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008