Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia hendaknya dapat mendapatkan kembali komitmen dan kepercayaan pemerintah Thailand dalam menjembatani perundingan perdamaian di Thailand selatan.
"Harus dimulai dengan adanya diskusi rahasia lagi, jadi diulang dari awal lagi untuk mendapatkan komitmen atau kepercayaan pemerintah Thailand," kata pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Hariyadi Wiryawan, di Jakarta, Minggu, saat diminta pendapatnya mengenai bantahan Kementerian Luar Negeri Thailand atas perundingan di Istana Bogor dan teguran Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Jurubicara Kepresidenan Dino Patti Djalal.
Menurut Hariyadi, oleh karena pemerintah Thailand telah mengeluarkan pernyataan yang membantah keberadaan perundingan di Istana Bogor pekan lalu, maka bobot perundingan tersebut menjadi lemah.
"Sayang jika niat baik pemerintah Indonesia menjadi sia-sia, padahal hanya tinggal membereskan permasalahan saja. Jadi, lebih baik diulang kembali proses diplomasi itu sehingga pemerintah Thailand percaya," ujarnya.
Namun, lanjut Hariyadi, sebelum memulai kembali proses perundingan dengan pemerintah Thailand, pemerintah Indonesia hendaknya memberikan terlebih dahulu ketegangan atau perselisihan yang terjadi di dalam negeri.
"Kalau di dalam saling menyalahkan, maka Indonesia akan dianggap tidak layak dan itu sayang karena pemerintah Thailand sudah bersedia melakukan perundingan dengan Thailand selatan. Jadi jangan saling tuduh, tinggal diklarifikasi saja," katanya. Ia menilai, saat ini adalah momentum yang sangat tepat untuk mewujudkan perdamaian di Thailand selatan melalui pendekatan "soft power".
Sementara itu, awal pekan ini Jurubicara Kepresidenan Dino Patti Djalal memberikan penjelasan kepada wartawan mengenai perundingan penyelesaian Konflik Thailand selatan yang memasuki pertemuan keempat berlangsung secara tertutup di Istana Bogor, Sabtu (20/9) dengan Wapres Jusuf Kalla bertindak sebagai mediator dalam perundingan tersebut.
Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan perundingan antara delegasi pemerintah Thailand dan delegasi yang mewakili masyarakat Thailand selatan, yang sebelumnya telah diterima oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, mendadak Kementerian Luar Negeri Thailand, Senin (22/9), mengatakan pihaknya tak mengetahui adanya perundingan dengan kelompok-kelompok separatis Thailand selatan di Jakarta itu.
"Saya tak tahu informasi itu dan saya tak mendapat laporan mengenai hal tersebut," tutur Juru Bicara Kemlu Thailand, Tharit Jarungwat, sebagaimana dikutip dari Bernama.
Menanggapi hal itu wakil presiden Jusuf Kalla mengaku kecewa dan menegur Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal yang mempublikasikan pertemuan di Istana Bogor.
"Begitu kita sebagai mediator tidak menjaga etika, buyar negara itu. Saya jadi tidak enak," kata Wapres.
Menurut Wapres, sebagai mediator hanya bertugas mempertemukan orang-orang yang berkepentingan dan tidak boleh mempublikasikan apapun hasil pertemuan itu tanpa izin pihak yang berunding.
Pertemuan itu, ujarnya, membicarakan masalah dalam negeri Thailand, bukan urusan antarnegara, jadi tidak diperkenankan melibatkan pihak Departemen Luar Negeri.
"Prinsip perdamaian saling memberi dan menerima dan ada orang yang dipercaya menjadi 'bridging trust' atau jembatan untuk para perunding saling mempercayai. Jadi bagaimana kalau kita justru sebaliknya," katanya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008