Palembang (ANTARA) - Pengamat Hukum Tata Negara dari UIN Raden Fatah Palembang Dr. Faisol Burlian menyebut jabatan presiden selama lima tahun dengan maksimal dua periode sudah ideal sehingga tidak perlu diubah.
"Jabatan presiden lima tahun sudah teruji sejak zaman orde baru, memang di negara demokrasi lain tidak lebih dari lima tahun, bahkan di Amerika saja hanya empat tahun," kata Dr. Faisol Burlian kepada Antara di Palembang, Sabtu.
Baca juga: Akademisi: Penambahan masa jabatan presiden perlu kajian mendalam
Baca juga: Akademisi: Menambah masa jabatan presiden buka ruang otoritarianisme
Menurut dia lima tahun pertama dapat digunakan seorang presiden untuk menjalankan program-program pembangunan yang bisa langsung dirasakan masyarakat, sedangkan lima tahun kedua ia bisa mengembangkan lagi dari berbagai pembangunan itu.
Namun jika seorang presiden tidak bisa melanjutkan ke periode kedua artinya sudah tidak dipercaya rakyat berdasarkan kepemimpinannya pada periode pertama, hal itu tidak masalah karena presiden sudah melaksanakan tugas pembangunanya, sebab pembangunan merupakan keniscayaan yang pasti dilakukan siapapun presidennya.
"Tapi memang bagusnya presiden itu dua periode," tambahnya.
Prinsip jabatan presiden harus tetap berpegang pada konstitusi termasuk proses pemilihannya yang diserahkan kepada rakyat, kata dia, namun jika keduanya ingin diubah dengan jalan amendemen maka ia mengimbau agar tidak dilakukan.
Wacana amendemen hanya akan menimbulkan gejolak masyarakat dengan gelombang yang masif, sebab timbul penilaian masyarakat bahwa hal tersebut sebagai kemunduran dalam berdemokrasi.
"Periode kekuasaan presiden yang diatur UUD 1945 saat ini sudah aturan paling bagus dan murni sejak disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), saya melihat lamanya lima tahun itu banyak positifnya," jelas Dr. Faisol Burlian.
Baca juga: Akademisi: Batas masa jabatan presiden tidak perlu diperdebatkan lagi
Baca juga: Pengamat UGM: Wacana penambahan masa jabatan presiden tidak serius
Selain itu ia meminta wacana perpanjangan jabatan presiden tidak diteruskan karena belum urgen atau mengandung kondisi kedaruratan, adapun usulan yang dibuat beberapa orang legislator dinilainya tidak mewakili kepentingan rakyat.
"Jika memang mewakili rakyat maka harusnya digelar semacam workshop atau seminar yang meluas untuk jajak pendapat, bukan tiba-tiba muncul," pungkasnya.
Namun jika memang terjadi amendemen, ia lebih setuju dengan upaya penguatan peran lembaga negara seperti KPK atau Ombudsman agar dimasukkan ke dalam konstitusi untuk menjadi lembaga yang fundamental dan bukan sekadar ad hoc.
Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019