Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB menyangkut Iran, Sabtu, kembali menunjukkan sikap berbeda dari 14 negara anggota lainnya.Pada Maret lalu, Indonesia juga menjadi satu-satunya dari 15 negara anggota Dewan Keamanan (DK) PBB yang tidak mendukung resolusi soal sanksi tambahan bagi Iran. Kali ini pun Indonesia menjadi satu-satunya anggota DK PBB yang melakukan perubahan terhadap rancangan resolusi baru soal nuklir Iran, sebelum akhirnya mendukung disahkannya resolusi pada pemungutan suara di Markas Besar PBB, New York. Resolusi itu sendiri sama sekali tidak menyebut adanya penambahan sanksi bagi Iran. "Kalau ada tambahan sanksi, dari awal kita sama sekali tidak akan berpikir untuk mendukung rancangan resolusi," demkian ditegaskan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda kepada pers Indonesia di kantor Perwakilan Tetap RI untuk PBB, New York. Rancangan resolusi itu, awalnya hanya terdiri dari tiga butir, yang intinya menyeru Iran untuk mematuhi sepenuhnya kewajiban-kewajiban yang diamanatkan oleh beberapa dokumen DK PBB, termasuk empat resolusi DK-PBB, yaitu agar Iran mematuhi aturan-aturan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Rancangan yang disponsori oleh AS, Inggris, Perancis, Rusia, Jerman, Italia dan Irlandia Utara itu, diedarkan ke perwakilan negara-negara anggota DK pada Jumat (26/9), dan segera disetujui oleh seluruh anggota DK-PBB, kecuali Indonesia. Menlu Hassan mengatakan bahwa secara sekilas, rancangan tersebut tidak terlihat merugikan siapapun. Bahkan mitranya dari Iran yang bertemu dengannya pada Sabtu siang, Menlu Manouchehr Mottaki, menilai tidak ada sesuatu yang baru dalam rancangan tersebut dan karenanya Menlu Iran itu sama sekali tidak menyiratkan keberatan. "Kalau melihat sekilas, resolusi ini tampaknya memang tidak merugikan. Tapi Indonesia melihat justru ada bahayanya karena dalam rancangan sama sekali tidak ada rujukan penyelesaian melalui dialog dan negosiasi," kata Hassan. Yang bisa menjadi bahaya adalah, kata Menlu Hassan, jika DK PBB menilai Iran tidak mematuhi kewajiban-kewajiban seperti yang disebut dalam resolusi-resolusi sebelumnya, Dewan bisa mengambil cara-cara lain di luar negosiasi. Ini berarti, dapat membuka peluang digunakannya penyelesaian melalui jalan kekerasan oleh dunia internasional terhadap isu nuklir Iran. "Karenanya, kita rubah isi rancangan. Memang tidak mudah, karena mereka (negara-negara sponsor rancangan resolusi) sudah begitu percaya diri bahwa rancangan akan diterima dengan mudah. Tapi mereka lihat usul perubahan kita rasional, positif. Dan bahkan dalam proses lobi, sebagian negara anggota tetap DK PBB justru menyampaikan apresiasinya kepada kita," kata Hassan. Proses alot dalam meyakinkan negara-negara sponsor untuk merevisi isi rancangan resolusi baru soal nuklir Iran, diakui oleh juru runding Indonesia, Wakil Tetap (Watap) RI untuk PBB Marty Natalegawa. "Pembicaraan soal poin-poin revisi ini masih terus berlangsung sampai tadi pagi," kata Marty, yang didampingi Deputi Watap Hasan Kleib, ketika ditemui ANTARA Sabtu sore usai mengikuti pemungutan suara di ruang sidang DK-PBB. Pada akhirnya, para negara sponsor menyetujui perubahan yang dilakukan Indonesia dan karena itu poin resolusi bertambah tiga butir lagi, yang intinya adalah menegaskan kembali komitmen DK dan semua negara terhadap perjanjian pelarangan senjata nuklir; mencatat diberlakukannya pendekatan ganda --sanksi dan negosiasi-- dalam masalah nuklir Iran; serta menegaskan pentingnya solusi secepat mungkin melalui dialog. Setuju Resolusi Berkaitan dengan perubahan-perubahan yang telah disetujui oleh para negara sponsor, Indonesia dalam pemungutan suara pada Sabtu sore akhirnya bergabung dengan 14 anggota lainnya untuk menyatakan setuju terhadap pengesahan resolusi baru soal Iran. Ketika ditanya apakah persetujuan Indonesia terhadap resolusi baru itu berarti Indonesia menyetujui tambahan sanksi untuk Iran --yang disebut dalam resolusi sebelumnya yaitu Resolusi 1803 (2008), Hassan mengingatkan bahwa sebuah resolusi sifatnya mengikat bagi semua pihak. "Suka atau tidak suka, didukung atau tidak didukung, atau satu negara abstain, sepanjang ia (resolusi) disahkan, maka resolusi Dewan Keamanan secara hukum sudah mengikat, termasuk mengikat negara-negara yang menolak resolusi, juga mengikat Iran," tegasnya. "Penilaian apakah resolusi yang dibahas dan disahkan hari ini memberatkan atau tidak, terutama bagi Iran, mungkin lebih tepat penilaiannya saya kembalikan kepada Iran sendiri," tambahnya. Namun seperti yang diungkapkan Hassan, Menlu Mottaki sendiri setelah dijelaskan mengenai perlunya perubahan terhadap rancangan resolusi --termasuk untuk menghindarkan ditempuhnya penyelesaian di luar jalur negosiasi, justru memberikan reaksi positif. "Setelah saya jelaskan posisi kita ini dan upaya kita untuk memperbaiki resolusi dengan masukan amandemen yang memuat kewajiban untuk menyelesaikan secara damai, Iran juga memahami dan menyampaikan terima kasih dan penghargaannya kepada kita," kata Menlu.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008