Denpasar (ANTARA) - Maraknya penambangan karang dan pasir untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan rumah dan infrastruktur di daerah Banda, Maluku, menggerakkan Dinah Yunitawati dan Sri Rahayu Mansur menginisiasi Banda Aware untuk mencegah degradasi ekosistem pesisir lebih lanjut.

Pelaksana Teknis Senior di Direktorat Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Dinah Yunitawati dan Pelaksana Teknis dari Taman Wisata Perairan Laut Banda Sri Rahayu Mansur memulai upaya mereka pada awal 2018.

Upaya mereka meliputi kampanye mengenai dampak penambangan karang dan pasir terhadap warga lokal serta pengenalan alternatif bahan bangunan pengganti karang dan pasir kepada warga Tanah Rata, Pulau Pisang, Kumber, dan Gunung Api, desa-desa di Pulau Banda yang dianggap paling parah terdampak penambangan karang dan pasir.

"Karena penambangan karang dan pasir menjadi isu utama di daerah ini," kata Dinah pada malam penganugerahan Coral Triangle Center di Bali pada Jumat malam (29/11).

"Terbukti dengan garis pantai yang posisinya sekarang sudah sangat mundur karena pasir pantainya sudah habis. Bahkan ada di beberapa lokasi itu ada pohon kelapa yang sudah hampir tumbang karena memang di bawahnya sudah tidak ada lagi pasir pantai yang bisa menopang gitu, jadi memang sangat ngeri juga ya kalau dibiarkan," ia menambahkan.

Warga lokal menambang karang dan pasir untuk membangun atau memperbaiki rumah karena tidak bisa mendapatkan bahan bangunan dari hutan dan harus menanggung biaya besar kalau mendatangkannya dari Ambon.

Mereka tidak menyadari kalau kegiatan penambangan tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan dan mengancam keberlanjutan mata pencarian mereka pada masa mendatang.

Penambangan pasir dan karang menyebabkan degradasi ekosistem pesisir, penurunan kualitas air, erosi pesisir, dan juga bisa mengakibatkan penurunan populasi ikan.

Kampanye Banda Aware mendapat sambutan baik dari warga, yang juga terbuka menerima bambu sebagai alternatif bahan bangunan yang lebih murah dan ramah lingkungan. Apalagi leluhur mereka sebelumnya juga menggunakan bambu untuk membangun rumah.

"Selama dua tahun berjalan ini, 70 sampai 80 persen masyarakat mulai sadar akan dampak dari penambangan itu dan harapan saya bagi masyarakat lokal di Banda ketika mereka membangun rumah atau bangunan lain untuk beralih dari menggunakan pasir pantai dan karang, sehingga lingkungan tetap terjaga," kata Dinah.

Di samping mengampanyekan dampak penambangan karang dan pasir serta menawarkan bahan bangunan alternatif, Banda Aware menjalankan program pemberdayaan ekonomi, memberikan pelatihan kepada perempuan-perempuan desa pesisir untuk mengolah ikan untuk menambah penghasilan.

Tahun ini Banda Aware akan melanjutkan upaya untuk mengampanyekan penggunaan bambu sebagai bahan bangunan alternatif kepada warga pesisir Pulau Banda.

"Kami akan melakukan pelatihan, membangun perpustakaan, dan Community Center mulai dari Desa Tanah Rata," kata Dinah.

Banda Aware, yang tahun ini mendapat penghargaan dari Coral Triangle Center, ingin menyebarluaskan pengetahuan mengenai cara membudidayakan dan memanen bambu serta mengolahnya menjadi bahan bangunan yang tahan lama untuk membangun rumah.

Harapannya, upaya-upaya tersebut bisa membuat warga pesisir Pulau Banda beralih meninggalkan penambangan karang dan pasir sehingga ekosistem pesisir terjaga kelestariannya.

Baca juga:
Aktivis desak penghentian penambangan terumbu karang Pulau Enggano
​​​​​​​
Dasar sungai Brantas turun akibat penambangan liar

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019