Sydney (ANTARA) - Pengadilan Australia pada Jumat memvonis tiga pria berupa puluhan tahun penjara yang merencanakan serangan bom di Hari Natal 2016 di sejumlah lokasi utama di Kota Melbourne, menurut kepolisian.

Pria tersebut tahun lalu dinyatakan bersalah atas rencana serangan di kota kedua Australia. Otoritas menyebutnya sebagai "peristiwa teroris mendatang" yang terinspirasi oleh kelompok ISIS.

Hamza Abbas (24) dipenjara selama 22 tahun, sedangkan Ahmed Mohamed (25) dan Abdullah Chaarani (29), dipenjara selama 38 tahun termasuk vonis untuk serangan lainnya, kata Kepolisian Federal Australia melalui pernyataan.

Hakim Mahkamah Agung Christopher Beale mengatakan ketiganya menganut ideologi ISIS dan meyakini bahwa rencana serangan itu akan membuat Allah senang, demikian dilaporkan Australian Broadcasting Corp.

"Kebodohan keyakinan itu hanya cocok dengan kedengkiannya," katanya, mengutip Beale.

Tidak diketahui pasti apakah pria tersebut akan mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan padanya. Pengacara Abbas menolak berkomentar sementara pengacara dari dua pria lainnya belum dapat dihubungi.

Rencana tersebut merupakan "salah satu plot teroris paling substansial yang menghancurkan selama beberapa tahun belakangan," kata Perdana Menteri saat itu, Malcolm Turnbull, setelah para pria itu didakwa pada 2016.

Mereka menjadikan sejumlah lokasi seperti Federation Square, Stasiun Flinders Street dan Katedral Santo Paulus sebagai target serangan "yang mungkin dieksekusi pada Hari Natal", kata otoritas. Menurut kepolisian saat itu, para tersangka selama beberapa pekan sudah berada dalam pengawasan.

Satu dari pria itu merupakan warga Australia kelahiran Mesir dan yang lainnya kelahiran Australia keturunan Lebanon, kata polisi.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kelompok garis keras Indonesia terima dana dari Australia, Suriah

Baca juga: Baku tembak mengguncang Sydney, Australia

Baca juga: Australia peringatkan kemungkinan ancaman teror di Malaysia

Barang bukti penembakan mahasiswa UHO diuji di Belanda dan Australia

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019