Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara penetapan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai tersangka penerima gratifikasi terkait dengan pendaftaran tanah, salah satunya penerbitan hak guna usaha (HGU) untuk sejumlah perkebunan sawit di Kalimantan Barat.
Dalam kasus itu, KPK menetapkan dua tersangka, yakni Kepala Kantor Wilayah BPN Kalimantan Barat (2012—2016) dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur (2016—2018) Gusmin Tuarita (GTU) dan Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah kantor BPN Wilayah Kalimantan Barat Siswidodo (SWD).
"Tersangka GTU merupakan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat yang menjabat sejak Juli 2012 hingga 2016, kemudian menjadi Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur sejak Agustus 2016," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat jumpa pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat.
Sebagai Kakanwil BPN, kata dia, Gusmin memiliki kewenangan dalam pemberian hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, yaitu HGU atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000.000 meter persegi.
Baca juga: KPK tetapkan pejabat BPN sebagai tersangka penerima gratifikasi
Hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah BPN atau Kepala Kantor Pertanahan dan hak atas tanah yang diatur dalam peraturan ini ditandatangani atas nama Kepala BPN RI.
"Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, tersangka GTU selaku Kakanwil BPN Provinsi Kalimatan Barat dibantu oleh tersangka SWD selaku Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalbar dan pada tahun 2016 selaku Kepala Bidang Hubungan Hukum Pertanahan," tuturnya.
Sebelum memberikan izin HGU, lanjut Syarif, terdapat pemeriksaan tanah oleh panitia yang dibentuk oleh tersangka Gusmin selaku Kakanwil BPN. Susunan panitia, antara lain tersangka Gusmin sebagai ketua merangkap anggota panitia dan tersangka Siswidodo sebagai anggota.
"Atas dasar pertimbangan dari Panitia B, Kakanwil BPN akan menerbitkan surat keputusan pemberian HGU dan surat rekomendasi pemberian HGU kepada Kantor Pusat BPN RI," ujar Syarif.
Pada periode 2013—2018, tersangka Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah, termasuk pemohon HGU, baik secara langsung dari pemohon hak atas tanah maupun melalui tersangka Siswidodo.
"Dalam proses tersebut, tersangka SWD kemudian diduga memberikan uang secara tunai kepada tersangka GTU di kantor ataupun di rumah dinas," ungkap Syarif.
Baca juga: Kejaksaan belum menentukan tersangka kasus penangkapan empat pegawai BPN
Atas penerimaan uang tersebut, kata dia, tersangka Gusmin telah menyetorkan sendiri maupun melalui orang lain sejumlah uang tunai dengan total sebesar Rp22,23 miliar.
"Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istrinya, dan rekening milik anak-anaknya," ujar Syarif.
Selain itu, uang tunai yang diterima oleh tersangka Siswidodo dari pihak pemohon hak atas tanah dikumpulkan ke bawahannya, kemudian digunakan sebagai uang operasional tidak resmi.
"Sebagian dari uang itu untuk membayarkan honor tanpa kuitansi, seremoni kegiatan kantor, rekreasi pegawai ke sejumlah tempat di NTB, Malang, dan Surabaya, serta peruntukan lain," kata Syarif.
Tersangka Siswidodo juga memiliki rekening yang menampung uang dari pemohon hak atas tanah tersebut dan digunakan untuk keperluan pribadi.
"Tersangka GTU dan SWD tidak pernah melaporkan penerimaan uang-uang tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal uang-uang tersebut diterima," katanya mengungkapkan.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019