Ini sebenarnya masalah teknis sekali. Di ATM bank lain itu ada menu cek saldo, setelah cek saldo, nasabah setelah itu menarik dana. Sistem tidak bisa membaca penarikan ini, dia hanya bisa membaca cek saldo. Jadi saldonya tetap. Ini cara membaca codin

Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pembobolan dana yang merugikan PT Bank DKI hingga Ro50 miliar karena kelemahan instalasi yang dilakukan perusahaan vendor Teknologi Informasi (TI) di jaringan mesin ATM.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo di Jakarta, Jumat, mengatakan sudah memerintahkan Bank DKI untuk menyelesaikan permasalahan jaringan IT tersebut. Perusahaan vendor IT terkait pun sudah menyatakan akan bertanggung jawab.

Kasus tersebut, ujar Slamet, bermula dari perbaikan inti sistem perbankan (core banking system) yang dilakukan Bank DKI pada awal Januari 2019.

Dalam perbaikan itu, program aplikasi yang dipasang vendor rupanya tidak bisa mendeteksi proses pengalihan (switching) antara ATM. Alhasil, saat nasabah Bank DKI menarik uang di ATM milik perbankan lain, maka saldo nasabah tersebut tidak berkurang.

"Ini sebenarnya masalah teknis sekali. Di ATM bank lain itu ada menu cek saldo, setelah cek saldo, nasabah setelah itu menarik dana. Sistem tidak bisa membaca penarikan ini, dia hanya bisa membaca cek saldo. Jadi saldonya tetap. Ini cara membaca coding (kode). Kesalahan ada di vendor," ujarnya.

Baca juga: Penyidik Polda Metro ungkap modus pembobolan Bank DKI

Baca juga: Polisi tetapkan 41 tersangka dalam kasus pembobolan ATM Bank DKI


Slamet menyebut kejadian itu bukan semata-mata karena kelemahan internal Bank DKI. Namun lebih ke kesalahan vendor. Sebab, kata Slamet, hanya pengambilan dana dari satu bank swasta saja pembobolan itu bisa terjadi.

"Itu bukan kelemahan dari internalnya, tapi vendornya. Kebetulan ATM yang diambil itu bukan di ATM DKI, hanya ATM bank lain (yang terjadi pembobolan). Anehnya cuma di ATM sebuah bank swasta itu saja,," kata Slamet.

Slamet mengingatkan kepada seluruh perbankan untuk selalu memiliki tim kepatuhan dan tim manajemen risiko dalam membuat sebuah produk maupun layanan untuk mencegah terjadinya pembobolan.

"Makanya kami menyarankan kepada setiap bank, setiap membangun produk dan pelayanan harus diverifikasi oleh tim kepatuhan dan manajemen risiko. Jadi kita bangun tata kelola yang baik," katanya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah oknum Satpol PP diduga terlibat pembobolan dana via bank swasta yang terhubung ke Bank DKI. Polisi telah menetapkan 13 tersangka atas kasus pembobolan ATM itu, dan masih memeriksa puluhan saksi atas kejadian itu.

Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Iwan Kurniawan mengungkapkan, para tersangka mengambil uang sebesar Rp22 juta hingga Rp18 miliar. Kendati demikian, polisi masih memeriksa secara intensif para tersangka guna mengetahui tujuan pembobolan ATM itu dan berapa kali pengambilan uang dilakukan tersangka.

"Bervariatif (jumlah uang yang diambil), paling besar Rp 18 miliar dan paling kecil Rp 22 juta," kata Iwan.

Baca juga: Manajemen Bank DKI diperiksa sebagai saksi kasus pembobolan ATM

Baca juga: Kerugian pembobolan ATM Bank DKI capai Rp50 miliar

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019