Jakarta, 26/9 (ANTARA) - Sejak tanggal 3 s/d 18 September 2008, Pemerintah bersama-sama dengan Panitia Kerja DPR RI telah membahas Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan dalam RAPBN 2009. Pembahasan telah dilakukan secara intensif, melibatkan berbagai kementerian/lembaga terkait. Akhirnya dalam rapat pleno Panitia Anggaran DPR RI pada tanggal 22 September 2008 telah disepakati beberapa besaran pokok RAPBN 2009 sebagai berikut.
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO ;
Pada saat pembahasan RAPBN 2009, khususnya mengenai asumsi ekonomi makro tahun 2009, situasi perekonomian dunia dalam kondisi ketidakstabilan yang berasal dari gejolak di pasar keuangan Amerika Serikat yang berimbas pada gejolak di pasar global. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut dan dampaknya pada perekonomian Indonesia, serta upaya-upaya yang akan ditempuh Pemerintah, Pemerintah dan DPR sepakat untuk menetapkan besaran pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 6,3%. Pertumbuhan tersebut akan didukung oleh peningkatan pertumbuhan investasi yang terus dioptimalkan, serta konsumsi rumah tangga dan ekspor barang dan jasa yang masih kuat. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 akan didukung dari sector pertanian, pertambangan, manufaktur, serta jasa lainnya seperti transportasi dan telekomunikasi.
Tingkat inflasi tahun 2009 ditetapkan sebesar 6,2%. Perkiraan tingkat inflasi tersebut didukung oleh kebijakan administered price yang minimal, dan terjaganya pasokan dan arus distribusi barang. Sedangkan, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (US$) ditetapkan rata-rata Rp.9.150,0/US$. Perkiraan tersebut disebabkan karena pilihan kebijakan moneter dan suku bunga untuk mencapai inflasi rendah dan mendorong sector riil. Suku bunga SBI-3 bulan diperkirakan berada pada tingkat rata-rata 8,0%, sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong sector riil.
Selanjutnya, harga ICP diperkirakan sebesar US$95,0 per barel mengikuti kecenderungan fluktuasi harga minyak dunia akhir-akhir ini serta prospek ke depan. Sedangkan, lifting minyak sebesar 960 ribu barel per hari, dengan telah memperhitungkan swap gas antara PT Conoco Philips dan PT Chevron Pacifik Indonesia serta tambahan potensi lifting minyak sebesar 10 ribu barel per hari.
BESARAN APBN 2009 ;
Pendapatan Negara dan hibah dalam tahun 2009 ditetapkan sebesar Rp.1.027,4 triliun, yang berasal dari penerimaan perpajakan Rp.734,2 triliun, PNBP Rp.292,3 triliun, dan hibah Rp.0,9 triliun. Target penerimaan perpajakan tersebut telah memperhitungkan potential loss akibat kebijakan penurunan tarif PPh, peningkatan PTKP dan perluasan basis pajak pada amandemen UU PPh dan UU PPN. Namun demikian, penerimaan perpajakan tersebut masih tetap tumbuh 20,4% dibandingkan APBN-P tahun 2008 sejalan dengan pemberian insentif fiscal kepada dunia usaha dan perorangan berpendapatan menengah ke bawah.
Dalam rangka pencapaian penerimaan sector migas, pemerintah dan DPR sepakat untuk membuat regulasi yang mengatur tentang standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran unsur biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery. Berdasarkan tingkat harga ICP US495/barel dan lifting minyak 960 ribu barel per hari, serta cost recovery sebesar US411,7 miliar maka penerimaan migas pada tahun 2009 ditetapkan sebesar Rp.269,3 triliun.
Dalam tahun 2009 subsidi BBM disepakati sebesar Rp.89,4 triliun, dengan memperhitungkan tingkat harga ICP US495/barel dan nilai tukar rupiah rata-rata Rp.9.150/US$, serta penurunan besaran alpha BBM dari 8,36% menjadi 8,0%. Sedangkan, subsidi Lisrik ditetapkan sebesar Rp.52,2 triliun dengan mengupayakan peningkatan pasokan gas dan batu bara untuk kebutuhan PLN serta langkah-langkah penghematan dan korporasi. Untuk mengamankan target subsidi listrik tersebut akan dicadangkan dana risiko fiscal sebesar Rp.5,3 triliun untuk kepastian penyediaan DMO ketersediaan inkind batubara 30 persen.
Berdasarkan perhitungan Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp.1.027,4 triliun dan Belanja Negara sebesar Rp.1.119,2 triliun, maka defisit anggaran dalam tahun 2009 diperkirakan menjadi Rp.91,8 triliun atau 1,7% dari PDB. Hal ini berarti dapat diturunkan dari target defisit anggaran dalam RAPBN 2009 sebesar 1,9% dari PDB. Penurunan target defisit RAPBN 2009 tersebut berdampak pada pengurangan rencana penerbitan SBN sebesar Rp.9,0 triliun.
Dalam rangka menutup defisit anggaran 1,7% dari PDB tersebut, pembiayaan defisit tahun 2009 akan bersumber dari pembiayaan non utang sebesar negative Rp.1,2 triliun dan pembiayaan utang (neto) sebesar Rp.93,0 triliun. Namun dalam pembahasan, DPR meminta Pemerintah dan Bank Indonesia membatalkan SU 007 dan merestrukturisasi SU 002 dan SU 004 dengan tingkat bungan 0,1% atau dengan benchmark dan term and condition seperti SRBI 001. Bank Indonesia dan Pemerintah sepakat menyampaikan proposal penyelesaian restrukturisasi SU tersebut pada pembahasan bungan utang RAPBN 2009 dalam Pnitia Kerja Belanja Pemerintah Pusat dengan mengundang BPK RI.
POKOK-POKOK KEBIJAKAN APBN 2009 ;
- Ditengah gejolak di pasar keuangan dunia yang belum lama
Terjadi, Pemerintah akan berupaya maksimal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% pada tahun 2009.
- Peningkatan penerimaan perpajakan yang cukup signifikan dalam tahun 2009 tetap akan memperhatikan kemampuan dunia usaha dan masyarakat, serta pemberian insentif untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
- Untuk mengamankan pelaksanaan APBN 2009, telah dicadangkan dana risiko fiscal sebesar Rp.17,3 triliun untuk mengatisipasi perubahan asumsi dasar ekonimi makro, fluktuasi harga minyak dan pencapaian lifting minyak, serta penyediaan DMO batubara sebesar 30 persen untuk pasokan listrik.
- Anggaran pendidikan dapat dipertahankan pada tingkat 20% dari APBN.
- Penurunan degisit anggaran menjadi 1,7% dari PDB memberikan signal positif bagi pasar keuangan dan dunia usaha, untuk mengantisipasi gejolak di pasar keuagnan dunia.
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2008