Jakarta (ANTARA) - Otoritas Uni Eropa (UE) memiliki tiga pertimbangan saat memilih universitas atau perguruan tinggi yang menjadi mitra program pendanaan dan kerja sama Erasmus+ di antaranya proposal kegiatan yang harus mendukung penguatan hubungan Indonesia dan Uni Eropa, kata Duta Besar EU untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Piket saat ditemui di Jakarta, Kamis.
"Ada rangkaian kriteria yang telah dibuat EU, di antaranya pertama, substansi proposal yang diajukan harus baik dan menyeluruh, ditampilkan secara baik serta sistematis. Kedua, pihak universitas yang mengajukan harus memiliki keterlibatan (level of engagement) yang baik, misalnya staf pengajar dengan dekan, rektor, dewan mahasiswa, serta pihak manajemen. Ketiga, proposal juga sebaiknya memperlihatkan efektivitas dari kegiatan yang diselenggarakan," kata Dubes EU Piket saat ditemui di sela sosialiasi program Erasmus+ di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, ia memastikan bahwa EU tidak membedakan universitas yang mengajukan proposal kegiatan untuk program Erasmus+.
Artinya, lembaga perguruan tinggi manapun, mulai dari universitas swasta, negeri, ataupun kampus yang kurang populer di masyarakat, memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan proposal hibah program Erasmus+ Uni Eropa.
Baca juga: EU kucurkan Rp434 juta untuk mata kuliah Uni Eropa di Yogyakarta
Erasmus+ merupakan program utama yang dirancang Uni Eropa untuk membangun kemitraan bidang pendidikan dengan negara-negara di berbagai dunia, termasuk Indonesia, melalui pendanaan dan kolaborasi penguatan kapasitas sumber daya manusia, pertukaran pengajar dan mahasiswa, serta pengembangan kurikulum.
Menurut Piket, sekitar 34 universitas di Indonesia telah mendapatkan bantuan dari Erasmus+ sejak program itu diluncurkan pada 2015.
"Indonesia merupakan mitra yang penting bagi kami. Untuk itu, salah satu tujuan Erasmus+ adalah mendukung program pemerintah Indonesia yang ingin menguatkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di samping itu, tujuan lainnya, kami juga ingin membantu anak muda mengembangkan potensi mereka agar dapat berkiprah di tingkat dunia," terang Piket.
Ada empat jenis kerja sama dan pendanaan yang disediakan Erasmus+ untuk sivitas akademika di Indonesia, di antaranya pertukaran pelajar selama satu semester melalui skema transfer kredit internasional (international credit mobility/ICM); peningkatan kapasitas perguruan tinggi (capacity building in higher education/CBHE); pengembangan kurikulum dan modul pengajaran (Jean Monnet); dan beasiswa pasca sarjana (Erasmus Mundus Joint Master's Degree/EMJMD).
Baca juga: Dubes Uni Eropa jelaskan perubahan iklim jadi prioritas Erasmus+ 2020
Sejak Erasmus+ diluncurkan pada 2015, 1.290 mahasiswa dan dosen asal Indonesia telah mengikuti program pertukaran pelajar selama satu semester ke beberapa perguruan tinggi di Eropa. Di sisi lain, 766 mahasiswa dan staf pengajar asal negara-negara Eropa juga telah mendatangi Indonesia untuk menempuh pendidikan serta mengajar di kampus-kampus dalam negeri.
Universitas Udayana di Bali merupakan salah satu kampus asal Indonesia yang menerima hibah dari EU melalui Erasmus+ untuk program peningkatan kapasitas.
"Ada empat kegiatan yang difasilitasi EU melalui program Erasmus+, di antaranya pembangunan ruang kerja bersama atau co-working space untuk perusahaan rintisan (start-up) yang memiliki fokus menyelesaikan masalah sosial," kata koordinator penerima hibah Erasmus+ Universitas Udayana, Ni Putu Harta Mimba saat ditemui di Jakarta.
Baca juga: Alumni Erasmus+ dorong penyebaran pesan peduli lingkungan
Untuk pembangunan co-working space, EU mengucurkan dana sekitar Rp600 juta melalui program Erasmus+, kata Mimba. Di samping itu, Universitas Udayana juga mengajukan kegiatan lain, salah satunya pengembangan teknologi otomotif.
"Untuk auto engineering, hibah yang disalurkan kurang lebih sama Rp600 juta untuk pembelian peralatan. Kami bekerja sama dengan ITS (Institut Teknologi 10 Nopember di Surabaya, red)," ujar Mimba.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019