Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan tiga isu penting mengenai penegakan HAM kepada Presiden Joko Widodo sebagai evaluasi agar dapat ditindaklanjuti di periode kedua pemerintahan.
"Bukan berarti kami mengabaikan hal-hal yang sudah dicapai. Ini lebih sebagai catatan, hasil dari pengawasan berangkat dari pengaduan yang kami terima, kajian, dan laporan. Ada tiga isu yang akan kami sampaikan kepada Presiden," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Kamis.
Taufan menjelaskan isu pertama mengenai agenda penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Berdasarkan data Komnas HAM, tercatat 11 berkas kasus pelanggaran HAM berat yang telah dilimpahkan oleh Komnas HAM ke Kejaksaan Agung.
Kesebelas peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965/1966, Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Peristiwa Penghilangan Paksa Aktivis tahun 1997-1998, Peristiwa Trisakti , Semanggi I dan ll tahun 1998.
Selanjutnya peristiwa Talangsari tahun 1989, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Wasior Wamena 2000-2003, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa jambu Keupok Aceh, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Iainnya serta Peristiwa Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh).
Namun, kata dia, hingga kini belum ada langkah konkret dari Jaksa Agung untuk menindaklanjuti ke tahap penyidikan dan penuntutan sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 21 jo. Pasal 23 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa penyidikan wajib untuk diselesaikan dalam jangka waktu 90 hari sejak dinyatakan lengkap oleh penyidik.
"Ketidakjelasan atas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat adalah bentuk dari pengingkaran atas keadilan," ujar Ahmad Taufan.
Kedua, kata dia, adalah mengenai penanganan konflik sumber daya alam (SDA) yang masih menjadi salah satu pengaduan yang banyak disampaikan ke Komnas HAM. Berbagai isu konflik SDA masih mewarnai dalam perjalanan Pemerintahan Presiden Jokowi pada Periode Pertama.
"Jika beberapa tahun lalu konflik SDA hanya didominasi pada isu perkebunan, pertambangan dan kehutanan saja, namun seiring dengan pembangunan infrastruktur yang gencar dilaksanakan oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak juga pengaduan masyarakat terkait dengan pembangunan infrastruktur," ucap Taufan.
Konflik lahan di perkebunan, pertambangan dan kehutanan juga tetap menjadi laporan masyarakat ke Komnas HAM, meski pemerintah saat ini sedang mendorong tata kelola dan pelembagaan reforma agraria.
Taufan mengatakan pemerintah saat ini telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Namun disatu sisi masih terjadi tindakan kriminalisasi kepada warga yang melakukan upaya untuk memperoleh hak atas tanah terutama yang berada disekitar hutan dan masyarakat adat.
Bentuk lain dari konflik SDA, kata dia, adalah sengketa lahan antara warga dengan TNl/Polri, hal ini bisa berupa rumah dinas dan atau tanah/lahan.
Ketiga, kata Taufan, terkait dengan masih maraknya kasus-kasus intoleransi dan pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi. Dia mengatakan peristiwa intoleransi masih mewarnai dalam Periode Pertama Pemerintahan Presiden Jokowi.
"Sebagai contoh peristiwa penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di NTB dan peristiwa-peristiwa serupa lainnya terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia," kata Taufan.
Taufan menilai upaya hukum yang dilakukan dalam setiap peristiwa intoleransi tidak pernah menyeret aktor atau pelaku utamanya ke pengadilan. Jikapun aktor tersebut dapat dibawa ke pengadilan, vonis hukumannya cukup ringan.
Selain itu, lanjut Taufan, masih munculnya tindakan-tindakan persekusi yang dilakukan oleh berbagai ormas ataupun kelompok massa juga menjadi persoalan HAM yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Taufan menyarankan agar Presiden Jokowi segera menetapkan skala prioritas untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut. "Hal ini perlu dilakukan sebagai wujud pelaksanaan amanah konsitusi UUD 1945 dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia," kata Taufan.
Baca juga: Komnasham berharap presiden terpilih selesaikan pelanggaran HAM
Baca juga: Komnas temukan potensi hilangnya hak pilih karena belum punya e-KTP
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019