Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan bekerja sama untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sinergi antara penegak hukum dan otoritas pajak sangat dibutuhkan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, tindak pidana pajak, dan pemulihan kerugian negara.
Hal tersebut dikatakannya saat memberikan sambutan dalam "Workshop Optimalisasi Kerja Sama Penegak Hukum dan Otoritas Pajak dalam Upaya Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pajak" di Jakarta, Kamis.
Hadir juga dalam kegiatan tersebut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo.
"Penanganan kerugian keuangan negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi dan tindak pidana pajak perlu mendapatkan perhatian yang serius dari KPK, Dirjen Pajak, dan penegak hukum lainnya," kata Alexander.
Dalam kesempatan sama, KPK juga meluncurkan buku "Studi Optimalisasi Pengembalian Kerugian Negara dengan Pembebanan Kewajiban Pajak pada Perkara Pidana Korupsi" bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Baca juga: KPK minta data ekspor nikel dari Dirjen BC
Baca juga: Basaria Panjaitan: Hotel tak setor pungutan pajak itu termasuk korupsi
Baca juga: KPK temukan indikasi kebocoran pajak batu bara
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan data perpajakan menjadi data yang penting dalam penanganan tindak pidana ekonomi, antara lain tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, penggelapan pajak, dan pendanaan terorisme.
"Oleh karena itu, pertukaran data dan informasi antara penegak hukum dan otoritas pajak sangat diperlukan baik di tingkat nasional maupun internasional," ucap Febri.
Ia menyatakan pertukaran informasi perpajakan antarnegara menurut "Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes", di mana Indonesia menjadi anggota bersama 157 negara lainnya, dapat dilakukan secara spontan saat terdapat dugaan ketidakpatuhan terhadap Undang-Undang Perpajakan.
"Bahkan, "the Organization for Economic Co-operation and Development" (OECD) telah menyusun manual pertukaran informasi di bidang perpajakan yang merupakan acuan bagi negara dalam merancang panduan nasional pertukaran informasi untuk keperluan perpajakan," ujar Febri.
Lebih lanjut, kata dia, kegiatan itu diselenggarakan dengan tujuan untuk mendiskusikan standar internasional penanganan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pajak, praktik terbaik kerja sama penegak hukum dan otoritas pajak di negara pihak OECD dan negara lain.
Selanjutnya, rekomendasi mekanisme kerja sama antara penegak hukum dan otoritas pajak untuk mengoptimalisasi pengembalian kerugian negara dengan pembebanan kewajiban pajak pada perkara tindak pidana korupsi, dan diskusi implementasi dan tantangan kerjasama antara penegak hukum dan otoritas pajak selama ini.
Adapun peserta "workshop" tersebut berasal dari berbagai lembaga termasuk KPK, yaitu Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak, Ditjen Anggaran dan Ditjen Bea Cukai), Polri (Bareskrim), Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Pengadilan Pajak Jakpus, Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, PPATK.
Kemudian, Kantor Staf Presiden, Bappenas, BPK, BPKP, Kemenkumham (Ditjen AHU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Universitas Indonesia (Fakultas Hukum), Universitas Trisakti (Fakultas Hukum), USAID, DFAT Australia, Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia, dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Selain itu, juga menghadirkan narasumber dari luar negeri, yakni Leah Ambler dari Legal Analyst and Manager, Asia-Pacific Anti-Corruption Division, Directorate for Financial and Enterprise Affairs), Emma Scott dari OECD dan HM Revenue and Customs (HMRC) Inggris.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019