"Karena tidak ada UU yang mengatur atau menyatakan bahwa perwira tinggi aktif Polri yang terpilih menjadi pimpinan KPK harus mundur dari Polri," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Baca juga: DPR RI dukung Kabaharkam Polri diganti jika Firli jabat Ketua KPK
Firli akan diangkat secara resmi sebagai Ketua KPK pada 20 Desember 2019.
Menurut Neta, hal tersebut harusnya tidak perlu dipermasalahkan mengingat masa dinas Firli sebagai anggota polisi sudah tidak terlalu lama lagi, setelah itu dia akan pensiun dan menjadi masyarakat sipil.
Dia mengatakan selama ini perwira tinggi Polri yang terpilih menjadi pimpinan adalah purnawirawan, sehingga tidak dipermasalahkan baik oleh internal maupun eksternal KPK.
Lebih lanjut Pane mengatakan bahwa kehadiran Firli di KPK justru menimbulkan ketakutan kepada oknum-oknum yang selama ini dianggap sebagai "penguasa" KPK. Pane menyebut oknum tersebut sebagai "polisi Taliban".
Baca juga: Polri pastikan Komjen Firli profesional pimpin KPK
Pane melihat setidaknya ada dua faktor yang membuat para oknum tersebut takut terhadap kehadiran Firly.
Pertama, kata dia, Firli pernah menjadi Deputi Penindakan KPK, sehingga dia tahu persis "borok" dan orang-orang yang "bermasalah" di lembaga anti rasuah itu.
Kedua, Jenderal yang kini menjabat sebagai Kabaharkam Polri itu akan mereformasi KPK dengan paradigma baru, sehingga kepentingan orang-orang yang disebut sebagai "penguasa" di KPK akan tersapu.
Menurut Neta, kedua hal itu akan mudah dilakukan oleh Firli dan tidak ada pihak yang berani mengganggunya, mengingat Firli adalah jenderal aktif.
"Jika terjadi aksi boikot oleh kelompok 'polisi Taliban', Firli tinggal mengerahkan para penyidik dari Polri," ucap Neta.
"Jadi desakan Firli agar mundur dari Polri itu lebih pada kepentingan oknum tertentu dan tidak menyangkut kepentingan masyarakat," katanya.
Baca juga: Gubernur Herman Deru bangga mantan Kapolda Sumsel Ketua KPK
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019