Ia yakin rekomendasi PBNU itu telah berdasarkan kajian mendalam dengan melihat manfaat dan kerugian ketika pemilihan presiden secara langsung.
"Kami sebagai pimpinan MPR akan mendengarkan dan memasukan rekomendasi itu sebagai bahan kajian penting. Namun kembali pada kehendak masyarakat karena ini sudah terlanjur dengan pemilihan langsung," kata dia, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bamsoet: Pemilihan presiden langsung tidak diamandemen
Ia menilai rekomendasi PBNU itu berdasarkan kajian para ulama PB NU yang mempertimbangkan sisi manfaat dan kerugiannya.
Ia mencontohkan biaya sosial yang tinggi dalam pelaksanaan Pemilu langsung sehingga lebih baik dikembalikan ke MPR.
"Saat ini kalau kita kalkulasi biaya untuk memilih presiden, kita membutuhkan Rp24 triliun. Kalau dipilih melalui MPR, tidak akan sampai segitu bahkan bisa berkurang 80 persen untuk memilih seorang kepala daerah," ujarnya.
Menurut dia, dalam pemilihan langsung, biaya yang dikeluarkan calon juga besar dan juga kerugian sosial di sebuah daerah.
Baca juga: MPR: Amendemen terbatas UUD tidak ubah sistem pemilihan presiden
Ia mengatakan, untuk pembiayaan Pilkada langsung di satu daerah bisa menghabiskan biaya Rp20 miliar namun kalau pemilihan di DPRD biayanya hanya Rp1 miliar.
"Fraksi PKB akan menerima itu sebagai masukan, nasihat sekaligus kami akan berfikir apakah nanti ide atau arahan dari PB NU akan diterima dari semua fraksi yang ada," katanya.
Menurut dia, kalau semua fraksi menerima rekomendasi PB NU maka PKB berhasil meyakinkan apa yang menjadi rekomendasi PB NU.
Sebelumnya, Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siradj, menyampaikan aspirasi kiai NU terkait pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Menurut dia, jika menimbang dan melihat mudarat dan manfaatnya, pemilihan presiden secara langsung berbiaya tinggi.
"Terutama biaya sosial, ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam," kata dia, saat menerima silaturahim pimpinan MPR ke Kantor Pusat PB NU Jakarta, Rabu (27/11).
Ia mencontohkan peristiwa Pilpres 2019, keadaan masyarakat "mendidih" dan panas sehingga sangat mengkhawatirkan, lalu apakah tiap lima tahun harus seperti.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019