Jakarta (ANTARA News) - Dana alokasi khusus (DAK) yang terserap oleh daerah hingga 23 September 2008 baru mencapai 39,86 persen atau sekitar Rp8,4 triliun dari total alokasi DAK di APBN 2008 sebesar Rp21,2 triliun.
"Total penyerapan DAK dari tahap pertama hingga tahap ketiga mencapai 39,86 persen dari total DAK Rp21,2 triliun," kata Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu, Mardiasmo di Jakarta, Kamis.
Mardiasmo menjelaskan, pemerintah menyalurkan DAK kepada daerah secara bertahap yaitu empat tahap di mana tahap pertama, kedua, dan ketiga 30 persen, dan tahap keempat 10 persen.
Tahap kedua dan seterusnya dapat dicairkan jika penyerapan pada tahap sebelumnya sudah mencapai 90 persen. Jika tidak terserap maka dana itu akan hangus karena tidak ada carry over atau luncuran dana tersebut ke tahun anggaran berikutnya.
Pemerintah mencairkan DAK tahap pertama pada Februari, tahap kedua dapat mulai dicairkan Maret, tahap ketiga bulan Juli, dan terakhir mulai September.
Mardiasmo menyebutkan, hingga 23 September, sebanyak 129 daerah telah mengajukan pencairan DAK tahap kedua sebesar Rp1,97 triliun, sementara untuk tahap ketiga berasal dari 9 daerah sebesar Rp123,11 miliar.
Ia menyebutkan, pencairan DAK melalui empat tahap itu merupakan mekanisme yang baru dilaksanakan pada 2008 karena sebelumnya penyalurannya sekaligus.
Menurut dia, salah satu penyebab masih rendahnya penyerapan DAK adalah adanya persepsi yang keliru di daerah. Misalnya di Sulteng karena ada beberapa bidang penyerapannya belum 90 persen maka yang lain menunggu hingga semua mencapai 90 persen, padahal penyalurannya sebenarnya per bidang/sektor.
"Jadi kalau satu bidang terlambat, tidak berarti semua harus menunggu, yang lain silahkan jalan terus," katanya.
APBN 2008 mengalokasikan DAK sebesar Rp21,2 triliun yang akan digunakan untuk membiayai 11 program khusus di daerah.
Bidang yang paling besar dibiayai antara lain pendidikan Rp7,02 triliun, pembangunan jalan Rp4,04 triliun, kesehatan Rp3,82 triliun, pembangunan irigasi Rp1,497 triliun, dan bidang pertanian Rp1,49 triliun.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008