Semarang (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) di DPR, Tjahjo Kumolo, menilai bahwa besaran denda dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) merupakan langkah positif, namun perlu dikaji ulang. "Terutama mengenai denda capres/cawapres yang mengundurkan diri pada putaran kedua paling banyak Rp100 miliar dan sebelum putaran pertama paling banyak Rp50 miliar," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Kamis. Ia menilai, ketentuan ini untuk mencegah pengunduran diri capres/cawapres, hanya saja jumlahnya denda perlu nego ulang berapa pantasnya sehingga perlu pengkajian yang mendalam. Menurut dia, selain dendanya terlalu besar juga tidak etis karena ini masalah politik dan sanksi moral juga perlu sehingga RUU Pilpres harus ada pengkajian yang lebih tepat. "Hal ini perlu pengkajian agar dalam RUU Pilpres dalam penerapan untuk mencegah konspirasi antar calon dan tidak asal mencalonkan diri sebagai capres tetapi harus mengukur kemampuan dukungan," kata Tjahjo yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan ini. Berdasarkan kenyataan itu, kata dia, Fraksi PDI Perjuangan memberikan batasan bagi calon presiden harus mendapat dukungan 25 persen sampai 30 persen dari parpol. Dengan demikian, pada Pilpres tahun 2009 ada sejumlah kandidat yang benar-benar memiliki dukungan dari parpol yang mencapai 25 sampai 30 persen, demikian Tjahjo Kumolo. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008