"Dalam kasus KTP Elektronik, ada puluhan nama yang disebut dalam dakwaan menerima uang. Kenapa tidak jadi terdakwa, kan tebang pilih," kata Wayan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan KPK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Wayan Sudirta meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tebang pilih dalam mengusut beberapa kasus tindak pidana korupsi, salah satunya dalam dugaan kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik.

Menurut dia, KPK jangan tebang pilih dalam menetapkan tersangka dalam kasus tersebut dan juga harus mengusut tuntas aliran dana dalam kasus tersebut.

"Dalam kasus KTP Elektronik, ada puluhan nama yang disebut dalam dakwaan menerima uang. Kenapa tidak jadi terdakwa, kan tebang pilih," kata Wayan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan KPK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Komisioner KPK beberkan poin pembenahan internal

Dia mengatakan, KPK sebagai institusi penegak hukum telah menjadi harapan besar masyarakat dalam pemberantasan korupsi, sehingga tindakannya tidak boleh tebang pilih.

Selain itu Wayan mencontohkan, di Karangasem, Bali, KPK pernah melakukan supervisi terhadap sebuah kasus dan di tahun 2011 ada tokoh besar yang menjadi tersangka.

"Kasusnya soal air, bagi warga Karangasem, soal air sangat luar biasa. Sudah ada tersangkanya, namun belakangan keluar SP3, dimana KPK sebagai supervisor," ujarnya lagi.

Karena itu, dia meminta KPK memperhatikan kasus tersebut, apa evaluasi dan tindak lanjut yang dilakukan KPK.

Kembali dalam kasus KTP Elektronik, Wayan menyoroti belum dikenakannya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap salah satu tersangka dalam kasus tersebut yaitu Setya Novanto.

"Contoh kasus Setya Novanto, uangnya mengalir ke berbagai negara, namun cukup sampai Setya Novanto saja dulu. Saya tidak bicara yang lain, kenapa tidak menggunakan TPPU," katanya lagi.

Wayan mengingatkan bahwa tujuan KPK adalah menyelamatkan kekayaan negara, visi apa yang dimiliki KPK untuk "recovery asset".
Baca juga: Komisi III DPR pertanyakan kasus RJ Lino "mandek" di KPK

Dia mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan selama tahun 2016-2018, ada 313 kasus korupsi yang ditangani KPK, namun hanya 15 kasus yang menggunakan dakwaan TPPU.

"Padahal TPPU menjadi jalan kita menyelamatkan aset negara. Karena itu kalau TPPU tidak bisa dikedepankan, maka selama itu pula kita tidak mendapatkan akses mengembalikan aset negara," ujarnya.

Karena itu, dia meminta KPK mengenakan dakwaan TPPU terhadap Setya Novanto agar aset negara dapat dikembalikan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019