Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) mengupayakan Indonesia memiliki sekitar 20 petugas alih teknologi atau technology transfer office (TTO) bersertifikat internasional pada 2020 untuk mempercepat komersialisasi dan meningkatkan daya saing hasil riset Indonesia.
"Pelatihan bersertifikat internasional sehingga di masing-masing lembaga alih teknologi memiliki personel bersertifikat Registered Technology Transfer Professional (RTTP)," kata Kepala Subdirektorat Kawasan Sains dan Teknologi Direktorat Kawasan Sains dan Teknologi dan Lembaga Penunjang Lainnya Kemristek Yani Sofyan, di Jakarta, Rabu.
Menurut Sofyan, TTO menjalankan proses yang paling penting dalam sebuah inovasi, yaitu komersialisasi teknologi. Tanpa adanya komersialisasi dari teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan perguruan tinggi, maka sebuah invensi teknologi hanya akan menghasilkan jumlah kutipan atas jurnal ilmiah saja, tetapi tidak akan menghasilkan suatu nilai ekonomi baik bagi para peneliti maupun industri yang mengadopsi atau mengimplementasikan teknologi hasil invensi tersebut.
Baca juga: Kemristek dorong inkubator dan TTO dapatkan sertifikasi internasional
Petugas ahli teknologi (technology transfer officer) akan dapat mengukur valuasi teknologi sehingga dapat merekomendasikan bentuk kesepakatan dan keuntungan yang mengakomodasi kepentingan penyedia dan pengguna teknologi.
Sofyan mengatakan sebanyak 13 orang telah dikirim untuk mengikuti pelatihan alih teknologi di Inggris, namun baru menguasai 50 persen dari keahlian ahli teknologi. Untuk itu tahun 2020 diharapkan akan dapat dilanjutkan untuk melengkapi pelatihan hingga mendapatkan keahlian penuh terkait alih teknologi.
50 persen dari keahlian alih teknologi itu berupa antara lain aplikasi teori teknologi transfer yang sebenarnya, cara valuasi teknologi, belajar membuat kesepakatan dengan pengguna teknologi, cara menjembatani antara industri dan penyedia teknologi, teknik menyeimbangkan kebutuhan di antara penghasil maupun pengguna teknologi.
Pada 2020, direncanakan akan dilakukan pelatihan alih teknologi berstandar internasional kepada 15 orang.
"Yang sudah mendapatkan tahun ini akan kita tingkatkan menjadi 100 persen, yang baru akan kita upayakan untuk mendapatkan seluruhnya sehingga menjadi 100 persen," ujarnya.
Baca juga: Kemristek dorong KST berskala internasional kuasai pasar global
Dengan demikian tahun depan, diharapkan ada sekitar 20 personel alih teknologi karena sampai saat ini Indonesia belum memiliki satupun petugas alih teknologi bersertifikat internasional.
Konsultan untuk Riset Pro Prof Eriyatno mengatakan hingga saat ini, ada sekitar 450 personel alih teknologi yang bersertifikat internasional, yang mana 20 di antaranya ada di Malaysia, sementara Indonesia belum memiliki satu pun.
Menurut Eriyatno, jika tidak bersertifikat internasional,maka tidak mempunyai daya saing secara global karena tidak mengikuti standar internasional.
Dengan bersertifikat internasional, maka daya saing semakin tinggi termasuk terhadap produk riset dan teknologi Indonesia dan kepercayaan industri akan makin tinggi terhadap kualifikasi yang dimiliki dalam negeri.
"Kalau punya sertifikasi anda akan berada pada posisi untuk dipercayai sebagai ahli teknologi," tuturnya.
Baca juga: Menristek ingin semua perusahaan lakukan penelitian
Baca juga: Kemristek fasilitasi pengembangan alih teknologi perguruan tinggi
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019