Jakarta (ANTARA) - Direktur Perencanaan, Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina, Heru Setiawan, mengatakan transformasi energi harus dihadapi, termasuk oleh Pertamina, maka ada tiga skenario yang bisa dijalankan.
Pertama, menjalankan bisnis seperti biasa. Kedua, menangkap keinginan pasar. Ketiga, menjalankan bisnis yang paling ramah lingkungan.
“Inilah yang Pertamina akan lakukan untuk tetap bertumbuh untuk rakyat dan juga sebagai perusahaan. Kami harus menyeimbangkan antara menjaga mandat dan menjalankan misi sebagai perusahaan bisnis,” katanya di Jakarta, Rabu dalam penutupan Pertamina Energy Forum (PEF) 2019.
Baca juga: Pertamina adaptasi kilang bertransformasi digital
Heru mengatakan siap atau tidak siap Pertamina akan melakukan transformasi energi. Untuk itu, Pertamina telah menyiapkan rencana jangka panjang yang disesuaikan dengan kondisi dan perilaku konsumen.
Menurut Heru, Pertamina membuat strategi bisnis jangka panjang Pertamina akan menyesuaikan pada enam tren perubahan di sektor energi dunia.
Keenam tren tersebut adalah dekarbonisasi, konsumerisasi, elektrifikasi, desentralisasi, digitalisasi dan integrasi.
“Ini semua yang kami pertimbangkan untuk membuat rencana bisnis. Kami juga melihat ada disrupsi. Terkait ini kami membagi empat, ekonomi makro, regulasi, pelanggan dan kompetisi serta teknologi. Berdasarkan ini kami lihat ada disrupsi yang kami pertimbangkan,” ungkap Heru.
Baca juga: Pertamina incar potensi hingga Rp5 triliun dari transformasi digital
Untuk menghadapi transisi energi, Pertamina telah melakukan berbagai upaya, mulai dari melakukan penelitian untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik hingga konversi kilang minyak agar bisa mengolah minyak sawit mentah menjadi bahan bakar.
Seperti yang dilakukan di Kilang Plaju dimana Pertamina telah mulai mengolah produk turunan CPO menjadi bensin. Selain itu, Pertamina juga memproses produk turunan CPO menjadi solar yang dilakukan di Kilang Dumai serta melakukan riset bersama ENI untuk pengembangan green refinery.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Massimo Trani, Vice President Licensing Contract Management ENI yang mengatakan tujuan ENI mengubah kilang konvensional menjadi kilang ramah lingkungan adalah untuk menyelamatkan iklim dan menumbuhkan perekonomian dan mengurangi gas rumah kaca.
ENI fokus pada untuk mengurangi emisi di sisi hilir dengan lima pilar. Salah satunya adalah bahan bakar terbarukan, yakni konversi kilang menjadi biofuel. Pada saat bersamaan ENI melakukan penelitian untuk sumber-sumber energi yang berkelanjutan serta mengembangkan penggunaan gas alam.
“Kami percaya, gas tidak terbarukan namun sangat melimpah. Dan bisa digunakan untuk kapal, truk besar dan kendaraan lain berupa LNG. LNG memiliki karbon rendah,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Sundeep Biswas, selaku Partner and Head of AT Kearney’s Energy Practice in Sea, mengatakan transisi energi akan memunculkan potensi bisnis baru. Di perusahaan migas, listrik, mereka menemukan celah baru untuk menghasilkan pendapatan.
“Misalnya, kendaraan listrik butuh baterai. Jadi Energi baru menciptakan bisnis baru,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengatakan transisi energi sangat mendesak. Energi adalah sektor yang berkontribusi emisi karbon, untuk itu pemerintah fokus menurunkan emisi energi.
“Langkah pertama mengembangkan energi rendah karbon. Kami inginkan plastik potensi pembangunan bisa direalisasi dan emisi karbon bisa diperkecil,” katanya.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019