Banjarmasin (ANTARA News) - Kalangan Ormas Islam di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menyesalkan batalnya DPR-RI memplenokan Rancangan Undang Undang (RUU) pornografi."Walau kali ini DPR-RI batal memplenokan RRU pornografi, hendaknya jangan berhenti sampai disini, tapi harus terus berupaya mencari titik temu atau solusi terbaik dalam penyelesaian RUU tersebut," ujar Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (NU) Kalsel, Drs.H.Syarbaini Haira menjawab ANTARA News Banjarmasin, Rabu.Tokoh muda nahdiyin dari "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" Kalsel itu memaklumi dalam pembahasan RUU pornografi tersebut ada pro dan kontra, sehingga terjadi "tarik-ulur" bahkan ada kelompok masyarakat tertentu yang ingin meniadakan sama sekali. "Bagi NU yang mengganderungi gerakan moral, keberadaan Undang Undang (UU) pornografi salah satu kebutuhan untuk menangkal terjadinya dekadensi moral bagi generasi bangsa. Karenanya RUU pornografi tersebut harus digolkan," tandas dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin tersebut. Mantan wartawan tersebut, berpendapat, UU pornografi bagus dalam rangka preventif agar masyarakat Indonesia yang mengaku religius jangan dijejal-jelai pemandangan "dahsyat" baik melalui media cetak maupun elektronik dan media maya. Namun untuk menggolkan RUU pornografi tersebut perlu kearifan bersama, seperti memperhatikan kearifan lokal, sehingga dalam wujud UU pornografi nantinya harus memberi ruang atau pengecualian bagi masyarakat daerah tertentu asalkan sesuai dengan tatanan kehidupan dan budaya dasar mereka, lanjutnya. Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu, tidak sependapat kalau persoalan RUU pornografi dikait-kaitkan dengan Hak Azasi Manusia (HAM). "Saya masalah HAM terlalu jauh dipolitisir. Apalagi HAM yang diintruduser sekarang berasal dari Barat yang cenderung mencidrai nilai-nilai ke-Islam-an," tuturnya. Padahal HAM dalam Islam lebih flexible dan universal, serta sudah ada sejak lama sebelum adanya HAM dalam konsepsi negara-negara barat, demikian Syarbaini Haira. Dalam kesempatan terpisah, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Kalsel, Rahmat Nopliardy, SH yang duduk di Komisi IV bidang kesra lembaga Dewan tersebut, menyatakan, pihaknya akan terus mendorong kerabat fraksinya di DPR-RI agar mengesahkan RUU pornografi bisa sesegera mungkin. "Saya kira bagi yang kontra terhadap RUU pornografi tidak perlu bersikap yang bukan-bukan atau anti pati terlebih dahulu, tapi hendaknya secara demokratis bisa menerima keberadaan UU pornografi tersebut. Tokh nanti, kalau UU pornografi menyengsarakan rakyat banyak, UU itu bisa dicabut atau ditinjau ulang," katanya. "Kita mungkin sependapat, bangsa Indonesia tak ingin dikatakan manusia purbakala atau primitif yang mempertontonkan seluruh anggota badan atau hal-hal yang bersifat amoral lainnya," lanjut anggota Komisi IV DPRD Kalsel yang juga membidangi keagamaan dan kebudayaan itu. Keberadaan Undang Undang pornorgrafi salah satu wujud manusia modern yang sesuai nilai-nilai ketimuran dan agama, khususnya Islam yang menjadi anutan mayoritas penduduk Indonesia, demikian Rahmat. Sementara Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kalsel, Ibnu Sina, S.Pi, menyatakan, pihaknya menghargai keaneka ragaman budaya, namun bukan berarti harus menolak RUU pornografi. "Karena UU pornografi salah satu upaya menyelamatkan generasi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, dalam hal beda pendapat dan persepsi terhadap materi RUU ponrografi harus dicari titik temu," tandas mantan aktivis Himpunan Mahasisa Islam (HMI) tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008