Depok, Jawa Barat (ANTARA) - Akademisi Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 berpotensi masih mengalami fluktuasi dengan proyeksi mencapai 5,1-5,2 persen karena masih dipengaruhi sentimen global seperti perang dagang dan situasi politik di Amerika Serikat.
"Akan ada perbaikan dan pemulihan sampai triwulan kedua, tapi kemudian (investor) lagi- lagi wait and see," kata Ari Kuncoro yang juga Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis UI di Depok, Jawa Barat, Rabu.
Salah satu indikatornya adalah, menurut dia, isu pemakzulan Presiden Donald Trumo yang masih dibahas oleh DPR setempat.
Baca juga: Kemenkeu proyeksikan ekonomi RI tumbuh 5,05 persen pada akhir 2019
Apabila pemakzulan tersebut terjadi, Rektor UI Terpilih periode 2019-2024 itu menambahkan kemungkinan besar perang dagang dengan China akan mereda sehingga peluang peningkatan ekspor bisa digenjot.
Namun, hal itu masih belum bisa dipastikan karena situasi yang berkembang cepat.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah segera merealisasikan proyek-proyek kawasan industri termasuk belanja untuk investasi sektor infrastruktur.
Realisasi tersebut diharapkan turut mendorong konsumsi rumah tangga yang selama ini sudah berkontribusi sebesar 56 persen untuk pertumbuhan ekonomi RI.
Amerika Serikat merupakan salah satu pangsa pasar utama ekspor Indonesia, setelah China dan negara lainnya.
Sementara itu, terkait proyeksi lainnya, ia tidak sependapat dengan perkiraan beberapa pengamat yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi RI 2020 akan berada pada kisaran 4,8-4,9 persen.
Baca juga: Pemerintah optimis ekonomi 2020 tumbuh di atas 5,3 persen
Angka pertumbuhan pesimis itu, lanjut dia, sempat terjadi sekitar tahun 2015-2016 ketika Indonesia sebagian mengandalkan harga komoditas yang saat itu mengalami anjlok.
Begitu juga dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI versi pemerintah yang ditarget mencapai 5,3 persen tahun 2020, dinilai tinggi.
Sementara itu, terkait pertumbuhan tahun 2019 yang masih berkisar lima persen namun cenderung melambat disebabkan karena investor masih menahan investasi.
Hal itu, lanjut dia, dilakukan sebagai imbas perang dagang yang memicu terjadinya resesi ekonomi di sejumlah negara.
Begitu juga untuk konsumsi rumah tangga, sebagian belanja masih barang yang tidak tahan lama sehingga kualitas pengeluaran tidak begitu baik.
"Yang laling kelihatan di triwulan ketiga bulan Oktober 2019, investasi turun dari pertumbuhan 5,01 persen pada triwulan kedua menjadi 4,21 persen. Padahal kalau dilihat mereka (investor) sudah mulai beli, tapi uangnya mereka pindah ke rekening giro, itu belanja tapi ditahan," katanya.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019