Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pesimis Indonesia akan memperoleh pinjaman program pada tahun anggaran 2009 dari Bank Pembangunan Asia (ADB), mengingat keterbatasan finansial yang tengah dihadapi lembaga multilateral berbasis di Manila itu. Direktur Pendanaan Luar Negeri Multilateral Bappenas, Dewo Broto Joko Putranto, di Jakarta, Rabu, mengatakan untuk memenuhi target penarikan pinjaman program pada 2009 sebesar Rp23,790 triliun atau 2,6 miliar dolar AS, pemerintah akan sangat berharap dari Bank Dunia dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). "Kan Bank Dunia sudah memperkenalkan skema `refinancing`. Jadi kalau buat program BOS (Bantuan Operasional Sekolah-red) sekitar 600 juta dolar AS, kemudian PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sekitar 500 juta dolar AS, masih ada program DPL (Development Program Loan-red) lainnya. Jadi kemungkinan bisa lebih besar dari komitmen awal mereka 1,2-1,4 miliar dolar AS," katanya. Pada skema refinancing, Bank Dunia akan mengganti sebagian anggaran yang telah dikeluarkan pemerintah untuk membiayai sebuah program yang dianggap sesuai dengan prioritas Bank Dunia. Meskipun demikian, katanya, Presiden ADB Haruhiko Kuroda telah menjanjikan akan mencari sumber-sumber lain, terutama dari program-program di negara lain yang dibatalkan, untuk membiayai pinjaman proyek dan program di Indoneisa Dia mengatakan, ADB juga tengah mempertimbangkan kemungkinan mengatasi masalah finansial dengan cara menaikkan setoran wajib dari masing-masing anggota. "Nah, kemungkinan memang diharapkan dari AS dan Jepang sebagai pemegang saham terbesar. Kalau Indonesia kan cuma lima persen. Selain itu, Keputusan apakah mendukung atau tidak harus ditentukan oleh Menkeu karena dia Gubernur ADB untuk Indonesia," katanya. Keputusan itu sendiri, katanya, akan ditetapkan dalam pertemuan tahunan ADB di Bali pada tahun depan. Dari JBIC, tambahnya, pemerintah diharapkan bisa menarik dana yang lebih besar dari tahun ini, terutama untuk pembiayaan program yang terkait dengan isu perubahan iklim. "Tahun ini, pinjaman program `climate change` dari JBIC kan sekitar 300 juta dolar AS," katanya. Dari target sekitar 2,5-2,6 miliar dolar AS penarikan pinjaman program tahun ini, pemerintah menargetkan sekitar 1,2 miliar dolar AS dari Bank Dunia, sekitar 850 juta dolar AS dari ADB, sekitar 300 juta dolar dari JBIC dan sekitar 200 juta dolar AS dari Agence Francaise de Developpement (AFD). Ditanya tentang realisasi penarikan pinjaman program 2008 hingga saat ini, Dewo menjelaskan pihaknya tidak mengetahui secara rinci. "Besok kita segera negosiasi LGDP )Local Government Development Program-red) yang besarnya sekitar 300 juta ndolar AS. Mudah-mudahan disetujui akhir tahun ini dan dicairkan awal tahun depan," katanya. Selain itu, katanya, masih ada program IRSDP (Infrastructure Reform Sector Development Program ) sebesar 1,2 miliar dolar AS yang akan dinegosiasikan pada akhir tahun ini. Sebelumnya, Deputi Kemeneg PPN/Bappenas bidang Pendanaan Pembangunan Lukita Dinarsyah Tuwo memperkirakan komitmen pembiayaan yang disanggupi ADB pada 2009 hanya akan sekitar 500 juta dolar AS, turun dari rencana penarikan tahun ini sebesar 850 juta dolar AS. (*)
Copyright © ANTARA 2008