Mogadishu, (ANTARA News) - Pertempuran sengit antara gerilyawan Somalia dan pasukan Uni Afrika meletus Selasa malam di Mogadishu selatan, sehingga menewaskan sedikitnya tujuh warga sipil, kata beberapa saksi mata. "Bom artileri menghantam di satu rumah dan menewaskan empat warga sipil. Beberapa orang lagi cedera di sini di (kabupaten) Taleh," kata seorang warga bernama Abdullahi Mohamed, demikian diwartakan AFP. Seorang warga lain yang bernama Ahmed Abdiweli mengatakan satu peluru mortir nyasar menewaskan tiga orang di permukiman lain di bagian selatan Mogadishu, salah satu daerah yang paling bergolak di ibukota Somalia itu --yang berada di pantai. "Bom mortir yang ditembakkan oleh pasukan Uni Afrika mendarat di daerah Tokyo dan menewaskan tiga warga sipil," kata Abdiweli. "Ini adalah pertempuran paling sengit yang pernah terjadi sejak penggelaran pasukan Uni Afrika. Saya pernah menyaksikan pasukan Uni Afrika menggunakan tank," kata Farah Hassan, seorang warga. Warga Taleh mengatakan pemboman mengguncang banyak tempat tinggal dan membakar beberapa toko. Tetapi tak ada keterangan mengenai jumlah total korban jiwa Selasa malam, karena pertempuran gencar dan suasana gelap. Uni Afrika menggelar tentara pada Maret 2007 guna membantu Presiden Abdullahi Yusuf Ahmed menguasai negeri itu, tapi gerilyawan, kendati digulingkan dari kekuasaan, telah meningkatkan perlawanan. Pertempuran paling akhir tersebut terjadi sehari setelah bentrokan antara kubu Islam dan pasukan Somalia, yang didukung oleh tentara Uni Afrika dan Ethiopia, menewaskan sedikitnya 29 warga sipil dan membuat puluhan orang lagi cedera. Sementara itu, ratusan orang Somalia yang ketakutan dengan naik truk dan yang lain berjalan kaki mengalir ke luar Mogadishu, Selasa, karena mereka takut terhadap peningkatan baru bentrokan di ibukota Somalia tersebut, yang telah menjadi pusat pertempuran antar-kelompok selama hampir dua dasawarsa. "Saya percaya tetap tinggal di Mogadishu adalah ... mengambil resiko karena banyak warga sipil tewas dan pihak yang berperang masih mengasah pedang mereka untuk melancarkan serangan baru," kata Shamso Mohamed Ali, seorang ibu dua anak. Gerilyawan, yang dikenal dengan nama Shebab, juga berikrar akan meningkatkan serangan terhadap pasukan pemelihara perdamaian Afrika, yang mereka salahkan atas kematian paling akhir warga sipil. "Kami akan melipat-gandakan serangan kami terhadap pasukan Uni Afrika. Satu-satunya pilihan yang mereka miliki ialah meninggalkan negeri kami," kata jurubicara Shebab, Sheikh Muktar Robow. Pasukan Ethiopia turun-tangan untuk memperkuat pemerintah peralihan, yang lemah, pada akhir 2006 dan akhirnya mengusir faksi pendukung Pengadilan Syari`ah dari sebagian besar wilayah tengah dan selatan negeri tersebut, tempat mereka telah menerapkah Hukum Syari`ah. Sejak itu, pendukung Pengadilan Syari`ah telah menewaskan sejumlah pejabat pemerintah dan berikar akan berperang sampai tentara Ethiopia, yang mereka anggao sebagai kaum pendudukan, mundur dari negeri mereka --yang memiliki sebanyak 10 juta warga. Somalia terjerumus ke dalam perang saudara setelah tergulingnya presiden Mohamed Siad Barre pada 1991, peristiwa yang menyulut pergolakan maut kekuasaan yang telah menggagalkan sejumlah upaya guna memulihkan pemerintah yang berfungsi. Uni Afrika menempatkan sebanyak 3.000 prajurit pemelihara perdamaian di Mogadishu, kurang dari 8.000 prajurit yang dijanjikan akan dikirim ke Somalia, negara yang dilanda krisis kemanusiaan. Konflik itu dan kemarau yang kembali terjadi membuat 3,2 juta orang sangat memerlukan bantuan kemanusiaan.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008