Ke depan tidak boleh ada lagi hatchery (tempat penetasan) kerang mutiara yang menggantungkan keperluan induknya dari alam

Jakarta (ANTARA) - Filsuf Prancis di abad ke-17, Jean de la Bruyere, pernah menyatakan bahwa hal terlangka di dunia, setelah semangat kearifan, adalah permata dan mutiara.

Mutiara adalah batu berharga dan kekayaan laut yang biasa dikenakan oleh ratu-ratu dan bangsawan di sejumlah negara Eropa sejak zaman dahulu kala.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dalam ajang Indonesian Pearl Festival atau Festival Mutiara Indonesia 2019 yang digelar di Mall Lippo Kemang, Jakarta, juga menyatakan bahwa Indonesia pada masa dahulu pernah menjadi "raja" untuk pembudidayaan mutiara di dunia.

Menurut Menteri Edhy, mutiara merupakan salah satu sumber daya laut penghasil devisa yang cukup besar, serta telah terkenal ke berbagai penjuru dunia dan telah menjadi komoditas perdagangan primadona sejak zaman dahulu kala.

Namun pada saat ini, masih menurut dia, kejayaan tersebut mulai memudar yang terindikasi dari ekspor mutiara Indonesia yang kini hanya berada di peringkat kelima dari berbagai negara di dunia.

Berdasarkan data BPS (2019), nilai ekspor mutiara Indonesia pada tahun 2018 mencapai 42,27 juta dolar AS dengan negara utama tujuan ekspor Hong Kong, Australia, Jepang, dan China.

Namun demikian, berdasarkan nilai perdagangan mutiara dunia, Indonesia hanya menempati urutan kelima dunia, di bawah Hong Kong, Jepang, French Polynesia/Tahiti, dan China.

Untuk itu, Menteri Edhy juga menginginkan agar ekspor untuk komoditas mutiara di Indonesia dapat dipermudah sehingga dapat meningkatkan devisa negara serta membangkitkan kembali kejayaan industri budi daya mutiara.

Apalagi, Edhy Prabowo juga mengingatkan bahwa kondisi Indonesia saat ini masih membutuhkan dukungan untuk ekspor, guna mengatasi persoalan defisit neraca perdagangan.

Adanya ajang Indonesian Pearl Festival yang telah digelar pada 21-24 November itu juga dinilai sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengoptimalkan pengembangan berbagai pembudidayaan sektor kelautan dan perikanan Nusantara.

Baca juga: Mutiara Sulut dipromosikan pada "Indonesian Pearl Festival" 2019
Gerakkan semangat
Dengan penyelenggaraan Indonesian Pearl Festival, Edhy menyatakan harapannya agar semangat pembudidaya mutiara di berbagai daerah semakin tergerak untuk mengembangkan komoditas tersebut.

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Anthony Tanios, menyatakan bahwa tujuan dari perhelatan Indonesian Pearl Festival antara lain adalah mempromosikan dan mengenalkan mutiara Indonesia kepada masyarakat.

Selain itu, ujar Anthony, tujuan lainnya dari pergelaran festival mutiara itu adalah membangun merek mutiara Indonesia yaitu "Indonesian South Sea Pearl" melalui fasilitas promosi dan pemasaran.

Kemudian, lanjutnya, memperluas jaringan bisnis dan pemasaran "Indonesian South Sea Pearl" baik business to business (antarpebisnis) maupun business to customer (pebisnis secara langsung ke pembeli).

Dengan adanya acara tersebut juga diharapkan adanya umpan balik untuk mengetahui tren keinginan konsumen yang bisa dilakukan untuk mengetahui arah pengembangan budidaya mutiara Indonesia ke depannya.

Anthony menekankan pentingnya untuk membuat edukasi bagi masyarakat, agar bisa benar-benar membeli mutiara yang asli. Ia juga menyoroti masih adanya banyak mutiara impor yang masuk dari China ke Indonesia.

Gelaran IPF kali ini diikuti oleh 32 gerai yang terdiri dari 21 gerai pelaku usaha budidaya dan perhiasan, satu gerai Provinsi Sulut, tiga gerai sponsor, dan tiga gerai penunjang. IPF ini diharapkan dapat menarik peritel hingga pecinta mutiara yang datang dari dalam dan luar negeri.


Komoditas unggulan
Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengatakan, mutiara merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor kelautan dan perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa mendatang.

Nilanto menjelaskan, saat ini pasar mutiara dunia didominasi oleh empat jenis mutiara yaitu mutiara laut selatan (south sea pearl), mutiara akoya (akoya pearl), mutiara hitam (black pearl), dan mutiara air tawar (fresh water pearl). Namun dari keempat jenis itu, mutiara laut selatan dinilai unggul.

Mutiara laut selatan memiliki ukuran paling besar dibandingkan jenis mutiara lainnya yaitu antara 9-17 mm. Ia memiliki warna kilau keperakan (silver) dan keemasan (gold) sehingga sangat digemari di pasar luar negeri. Permukaan nacre memancarkan warna biru, perak, dan merah jika terkena cahaya.

Tak heran dengan segala keunggulannya tersebut, mutiara jenis ini dibandrol dengan harga yang lebih tinggi yaitu sekitar 16-18 dolar AS per gram. "Satu kalung untai bahkan bisa bernilai seharga 3000 - 6000 dolar," ujarnya.

Sedangkan Dirjen Penguatan Daya Saing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Suherman, memaparkan, Indonesia memiliki banyak sentra pengembangan yaitu di Sumatera Barat, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat.

Baca juga: Menteri Edhy ingin ekspor komoditas mutiara dipermudah

Terus produksi
Sebelumnya, KKP mendorong agar pusat pemuliaan induk di berbagai daerah terus memproduksi induk dan benih unggul tiram mutiara untuk menghentikan berkurangnya ketersediaan induk tiram mutiara yang terdapat di alam.

"Ke depan tidak boleh ada lagi hatchery (tempat penetasan) kerang mutiara yang menggantungkan keperluan induknya dari alam, tapi harus didapatkan dari pusat induk kekerangan," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto.

Menurut dia, hal tersebut penting sebagai bagian dari upaya mengendalikan eksploitasi induk tiram mutiara yang selama ini masih tergantung dari tangkapan di alam dan berdampak terhadap penurunan stok induk tiram mutiara di berbagai lokasi.

Ia memaparkan, untuk memperkuat keberlanjutan produksi induk tiram mutiara, telah dibentuk jejaring induk tiram mutiara diantaranya beranggotakan Balai Produksi Induk Udang Unggul Dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem Bali, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok, dan Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol Bali.

Melalui jejaring ini, lanjutnya, dilakukan pembagian tugas di antaranya dengan tugas pemuliaan dan perbanyakan induk maupun calon induk.


Produsen terbesar
Menurut Pearls Oyster Information Bulletin (2011), produksi mutiara laut selatan dunia mencapai 11 - 12 ton. Adapun Indonesia merupakan produsen terbesar dengan kontribusi sekitar 50 persen atau sekitar 5 - 6 ton, diikuti oleh Australia dan Filipina.

Sedangkan menurut data International Trade Center 2019, nilai ekspor mutiara Indonesia pada tahun 2018 berada dalam posisi kelima yaitu sebesar 47,26 juta dolar AS.

Posisi teratas ditempati Hong Kong dengan nilai ekspor 483,29 juta dolar, kemudian secara berturut-turut adalah Jepang (315,28 juta dolar), Polinesia Prancis (112,87 juta dolar), dan Republik Rakyat China (56,29 juta dolar).

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meyakini produksi mutiara yang dihasilkan di Indonesia bisa melampaui produksi yang dihasilkan oleh China, terutama dilihat dari potensi besarnya budidaya mutiara yang terdapat di kawasan Nusantara.

"Bukan tidak mungkin dengan perhatian serius dari pemerintah, iklim budidaya mutiara semakin terangkat dan kita bisa menyalip China," kata Menteri Edhy.

Baca juga: KKP dorong masyarakat kenali perbedaan jenis mutiara

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019